Cameron Highlands: Kawasan Puncaknya Malaysia

Sungguh menyenangkan bisa berkesempatan mengunjungi Cameron Highlands (CH) di Pahang Darul Makmur, Malaysia September 2012 lalu. Berada di daerah ini serasa berada di Kawasan Puncak, Jawa Barat. Karena ketidaktahuan saya akan daerah ini, sehingga persiapan untuk menghadapi medan jadi kurang. Sesampainya di sana saya kedinginan, karena tidak membawa jaket...berrbrbrbrrrr dinginnya. 

Wilayah Cameron Highlands (CH) memiliki luas 72000 ha, dimana 7300 ha merupakan wilayah pertanian yang diantaranya 5000 ha adalah lahan bertanam sayuran (salad, sawi, kentang, wortel, kubis, brokoli, lobak putih dan kembang kol) dan sisanya untuk lahan teh, buah (strawbery dan anggur), karet, dan bunga (mawar dan krisan). Mirip banget kan sama kawasan Puncak Jawa Barat, yaitu daerah sentra sayur-sayuran. Di CH terdapat 12 lahan/kebun seluas 15 ha, yang sudah mendapatkan sertifikat organik dari lembaga Skim Organik Malaysia (SOM) dan 16 lahan/kebun sedang dalam proses mendapatkan sertifikat. Setiap hari sayur yang keluar dari CH adalah 900 ton, dan setengahnya (sekitar 506 ton) diekspor ke Singapura. Harga sayur lokal dan ekspor tidak ada perbedaan, tetapi untuk ekspor memiliki jaminan pasar (harga pasti), sedangkan harga sayur lokal sering terjadi fluktuasi. Bunga mawar, krisan dan anggrek diekspor ke Jepang, Singapura, Thailand dan Taiwan. CH didukung oleh infrastruktur jalan yang luas dan bagus. 
 
Apartemen menjulang di kawasan Cameron Highlands Malaysia


Kondisi jalan di Kawasan Cameron Highlands

Kebanyakan lahan sayuran di CH dilindungi oleh shading net, sehingga dapat melindungi tanaman dari hujan yang turun terlalu deras atau pun matahari yang panasnya terlalu terik, yang dapat merusak tanaman. Shading net ini dapat terus digunakan sampai 5-7 tahun. Di Indonesia penggunaan shading net ini masih terbatas pada petani-petani bermodal besar saja. 


Terdapat juga lahan sayuran dimana tanaman ditanam dalam polybag-polybag besar, yang ditempatkan ditempat yang sudah disemen/cor, sehingga petani jadi bebas dari kotoran tanah atau pun becek lumpur. Saat tomat sudah mulai membesar, tanaman tomat tersebut disangga oleh tali, sebagai tempat mengikatkan tanaman yang kemudian diikatkan pada langit-langit shading net.  

Lahan sayuran tomat yang ditanam dalam polybag di bawah naungan shading net milik KC. Kwang & Sons Sdn. Bhd di Kampong Rajah, CH

Teknologi pascapanen yang dimiliki Malaysia sudah lebih baik. Penanganan terhadap hasil panen sudah mulai menggunakan peralatan canggih yang lebih memudahkan pekerjaan petani. Salah satunya adalah mesin sortir tomat (yang dapat digunakan juga untuk apel dan sejenisnya). Mesin ini melakukan banyak hal, mulai dari mencuci tomat, mengeringkan tomat, menyortir tomat berdasarkan ukuran dan warna (sudah matang apa masih muda), tinggal dibantu oleh tenaga kerja manusia untuk memasukkannya ke dalam dus-dus yang sudah disiapkan sebelumnya, yang setelah penuh terus berjalan sampai pada tempat untuk ditutup (dilakban) dan kemudian diberi label. Untuk banyak pekerjaan cukup dilakukan oleh 2 orang saja. Sangat efektif kan?? 

Sayuran yang sudah dikemas ini siap untuk dijual ke pasar. Petani Malaysia, khususnya yang ada di CH ini, sudah memahami bahwa penggunaan wadah tempat sayur haruslah yang aman dan tidak beresiko merusak sayuran. Sehingga digunakanlah keranjang panen atau pun kardus. Berbeda dengan petani Indonesia yang masih suka menggunakan karung atau pun kantong plastik untuk membawa sayuran ke pasar. Hal ini tentunya akan banyak merusak sayuran dalam perjalanannya menuju pasar, sehingga nilai jualnya pun menjadi berkurang. Akibatnya petani juga yang akan merugi. Udah harga sayur rendah, sesampai di pasar ga laku semua karena sayur pada rusak... 

Perjalanan ke Kawasan "Puncak" Cameron Highlands ini sungguh luar biasa. Daerah pertaniannya yang luas dan maju sangat menginspirasi. Mudah-mudahan Indonesia segera dapat mengikuti jejak Petani Malaysia ini. Sehingga impor komoditas pertanian dapat diminimalisir dan diharapkan dapat memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan petani Indonesia. 
Perjalanan berakhir dengan makan siang di Garden Seafood milik India. 
Masakannya sedikit berminyak, tapi tetap nikmat. :).

Makan siang di daerah ini

Februari 2013
Bunda Muthia 


 

Comments