Mengompos Sampah, Mengurangi Beban Bumi

Anak-anak di rumah bingung liat bunda sibuk setelah sholat zuhur. Menyiapkan macam-macam benda. Dan si bungsu berseru, "Ih bunda, kok sampah pisang dipotong-potong gitu, mau dimasak apa?"

Aku tersenyum, ditanya begitu, lah ini sampah, kok ditanya mau dimasak apa, hehehe.

"Bunda mau belajar mengompos sampah dek."

"Kan Bunda sudah ngompos sampah tiap hari di lubang yang ada di pekarangan?"

"Nah ini beda, bunda mau belajar mengompos sampah dengan cara aerob menggunakan wadah komposter dan bahan bioaktifator."

Kalimatku membingungkan si bungsu, yang mendadak berubah ekspresi. Hihihi

*******

Siang kemarin saya mengikuti kelas workshop online mengompos sampah. Walau bisa nonton materi-materi serupa di youtube, tapi yang ini beda. Karena kita bisa langsung bertanya hal-hal yang menjadi kendala selama kegiatan mengompos yang pernah dilakukan, atau pun bisa langsung menanyakan hal terkait lainnya ke narasumber yang berpengalaman.

Sampah dapurku

Sebelum kelas online dimulai, semua peserta diminta menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk workshop. Sampah dapur organik, sampah pekarangan berupa daun-daun kering, wadah mengompos, air beras, nasi basi/terasi, dll.

Saya sudah lama mengompos sampah. Tapi selama ini hanya mengandalkan dua lubang di pekarangan. Ya cuma dua, karena pekarangan saya seuprit. Sampah dapur tinggal cemplungin ke lubang kecil tersebut. Gampang banget kan? Saya ga bisa menyebut lubang tersebut dengan biopori, karena kedalamannya tidak memenuhi standar 😄. Ke depan, pengen mengompos di tong komposter yang lebih besar.

Ternyata untuk mengompos, harus mempertimbangkan perbandingan kandungan carbon dan nitrogen sampah. Ini bertujuan untuk mengurangi bau, dan munculnya belatung ke permukaan komposter. Banyak ilmu baru yang diperoleh. Alhamdulillah.

Saya jadi tahu tipsnya agar belatung tidak manjat-manjat sampai atas tong komposter bahkan saat tong dibuka, belatung banyak sekali ada di balik tutup tong. Geli banget kan ya? Jadi setelah sampah dapur dimasukan ke tong komposter, dimana sampah dapur ini lebih banyak mengandung nitrogen (seperti bonggol sayuran dan kulit buah-buahan), tebarkan di atasnya daun-daunan kering/sekam/sabuk kelapa atau bahan lainnya yang mengandung banyak bahan carbon. Jadi, dijamin belatung ga akan sampai naik ke atas tong.



Ohya, setelah sampah dapur dimasukkan ke tong, semprotkan bioaktifator/mol. Setelahnya baru ditutup dengan bahan kaya carbon tadi. Dan tutup rapat tongnya. Jika rawan tikus di sekitarnya, tutup tong dikasih batu pemberat, agar sampah tidak diacak-acak tikus. Kalau saya, semua sisa makanan berupa bahan pangan hewani dan juga nasi, tidak ikut saya komposkan. Biasanya saya berikan untuk kucing. Selain juga agar tong komposter saya tidak rawan jadi target "penyerangan" tikus 😅😆



Saya juga belajar tentang cara membuat MOL, bioaktifator yang membantu proses penguraian sampah. Bahannya terdiri dari air cucian beras 500ml, terasi 1sdt/nasi basi, gula merah 50-80 gr, kulit pisang (3) yang dihaluskan atau dipotong-potong. Simpan selama dua pekan, baru siap digunakan. Jangan lupa wadah pembuatan mol ini dibuka setiap hari karena menghasilkan gas. Kalau lupa dibuka wadah akan menggembung, dan khawatir meledak. Setelah dua pekan aromanya enak seperti tape. Begitu penjelasan mba Wilma dari Kota Tanpa Sampah sebagai pemateri. Kalau saya belum tahu aromanya seperti apa, karena mol saya baru dua hari. Baunya masih kurang enak 😀.





Penggunaan mol untuk membantu mengurai sampah, harus dicairkan terlebih dahulu dengan perbandingan 1:10-15.

*******

Bahagia rasanya ketika saya berhasil mengurangi sampah di tempat sampah, dengan mengomposnya sendiri. Bahagia ikut mengurangi beban TPA kota saya. Karena beban sampah negeri ini luar biasa, yang ketika sampah organik dan anorganik bercampur di TPA, berpotensi menghasilkan gas metana yang berbahaya untuk bumi.

Semoga ikhtiar receh ini bisa tercatat sebagai amal kebaikan di sisiNya. Dan berharap semua keluarga punya pikiran yang sama, punya kebiasaan yang sama, mengompos sampah dapur sendiri.


Foto bareng peserta workshop online

Laksana butterfly effect, jika dilakukan serentak seluruh jagad, dampaknya akan luar biasa bagi bumi. Semoga.

Depok, 21 Mei 2020
Tiga hari menjelang Idul Fitri 1441H
Dua bulan lebih #stayathome #dirumahaja


Comments