Pentingnya Mengecek Saldo Uang Elektronik, Jangan Sampai Kosong

Sebut saja namanya Alika. Wanita muda berusia sekitar 20-an tahun. Berpakaian rapi tapi santai, dengan rambut yang diikat ke belakang. Dia terlihat tidak tenang dari gesture tubuh dengan wajah tertutup setengahnya oleh masker. Sore itu saya baru turun di Stasiun UI Depok, dan langsung menuju mesin ATM, yang berada sebelum pintu keluar. 

Tiba-tiba Alika menyapa, dan bertanya, "Maaf Mba, boleh minta tolong, saya boleh pinjam kartunya?" (kartu uang elektronik). Saya agak bingung dengan permintaannya dan tidak segera menjawab. Saya belum tap in kartu saya di pintu keluar. 

Saya akhirnya cuma bilang, "Maaf Mba, saya belum tap kartu di pintu keluar stasiun ini. Dan saya ada perlu ke ATM." 

"Oh, maaf, baik Mba," jawabnya. 




Alika sepertinya masih menunggu saya menyelesaikan urusan di ATM. Saat di mesin ATM, otak saya langsung berpikir macam-macam. Ini orang lagi modus atau memang benar-benar membutuhkan? Sepengetahuan saya, kalau kartu saya dipinjamkan ke Mba itu untuk hanya masuk stasiun saja, dia tentu tidak bisa keluar saat sampai di stasiun tujuan. Dan sayapun nantinya tentu tidak akan dapat menggunakan kartu saya, karena tidak punya bukti tap in saat sampai di tujuan setelah dipinjamkan ke Alika. Pertanyaan lain-lainnya memenuhi kepala saya. 

Setelah selesai urusan di ATM, saya menghampiri Alika, dan bertanya, "Maaf Mba, kartu yang Mba gunakan apa?" 

"Kartu fl*** Mba," jawabnya sambil memperlihatkan kartunya. 

"Oh", jawab saya singkat. Tadinya saya mau bantu mengisi saldo kartunya, mungkin dia tidak memiliki saldo di rekening, pikir saya mencoba berprasangka baik. Tapi kalau kartu yang dia sebutkan tadi, harus diisi oleh kartu Bank B** dan ATMnya tidak ada di stasiun tersebut, saya pun ga punya rekening di bank itu. Solusi lain, bisa diisi di minimarket, namun di stasiun ini tidak ada minimarket, karena stasiun ini termasuk stasiun kecil. 

Dan sepertinya di stasiun ini tidak menyediakan atau tidak menjual kartu harian untuk penumpang.

Alika terlihat panik, dan berseru dengan suara pelan, tapi bagi saya terdengar cukup jelas. Dia berkata, kalau dia bakal terlambat masuk kantor, dan bahasa tubuhnya terlihat resah dan panik. 

Satpam stasiun terlihat cuek, tidak mau membantu. Mungkin dia banyak menemui penumpang kereta yang seperti ini. Ah, saya ga tau pasti, hanya menduga-duga saja. Tiba-tiba saya teringat, kalau di dompet saya ada kartu elektronik lain. Kartu itu juga dikasih saat saya mengikuti sebuah acara di tempat kerja. Dan rasanya, kartunya sudah pernah saya isi, namun saya lupa berapa rupiah. Kartu tersebut belum pernah saya gunakan, karena memang belum lama dikasihnya. Kartu tersebut saya serahkan ke Alika. Dia menerima dengan ragu dan merasa tidak enak sambil berkata, "Berapa isinya Mba, saya ganti aja?" 

"Ga usah Mba, pakai saja," jawab saya sambil merapikan dompet dan memasukkan kembali ke tas. 

Namun Alika sedikit maksa, dan bertanya kembali, "Berapa Mba saya harus ganti?" 

Lah, isinya saja saya juga lupa berapa. Dan saya bilang, "Ga usah Mba, pakai saja." Saya kemudian melangkahkan kaki keluar stasiun. 

Namun belum jauh melangkah, pikiran saya mulai didera rasa ragu akan isi kartunya. Beneran ada isi, apa nol isinya. Kasian kan Alika kalau sampai isinya zonkk. Saya langsung berbalik ke pintu masuk stasiun, terlihat Satpam membantu Alika mengecek isi kartu yang saya berikan tadi. Saya langsung bertanya, "Mba, isinya ada kan?" 

"Isinya banyak Mba, **** rupiah, ini saya ganti mba," kata Alika sambil mengeluarkan selembar uang berwarna ***. 

Uang tersebut akhirnya saya ambil. Tadinya pengen memberi saja. Namun Alika merasa tidak enak banget dan memaksa untuk membayar. Wanita muda ini memang terlihat bukan orang yang kurang secara ekonomi, namun hanya sedang tidak beruntung saja, karena lupa mengecek saldo kartu, sebelum berangkat. 

Alika mengucapkan terima kasih sampai berkali-kali. Saya menganggukkan kepala, sebagai ganti ucapan, ''Iya, sama-sama.'' karena wajah bermasker saya merasa tidak cukup untuk menyuarakan kata-kata itu dengan jelas.

Saya berbalik arah dan melangkah menuju halte. Hati saya ikut bahagia melihat Alika senang bisa masuk stasiun dan berangkat kerja tanpa masalah. Alhamdulillah, saya bersyukur diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa berbagi dan membantu hamba-Nya yang lain. Perasaan dan pikiran saya telah dituntun olehNya, sehingga tidak didominasi oleh prasangka. 

Apa yang terjadi di dunia sekarang ini, terkadang membuat orang tidak mudah untuk membantu orang lain. Banyaknya aksi tipu-tipu dan modus, membuat orang lain berhati-hati dan bahkan jadi cuek tidak mau berbagi dan menolong.  Wallahualam bishawab.

  

Comments