Kematian Tak Pernah Menunggu Manusia untuk Siap

Kemaren siang saat saya berada di Kota Bogor mengikuti sebuah kegiatan, telepon genggam saya berbunyi. Saat saya melihat layarnya, ternyata ada telepon dari teman kuliah dulu. Teman saya bermaksud mengkonfirmasi sebuah informasi duka cita yang baru dia dapatkan di sebuah grup whatsapp. Dia ingin memastikan kebenaran kabar duka cita tersebut.

Saya merinding mendengar kabar tersebut dan seketika sulit membayangkan kebenarannya. Saya sendiri juga belum mendapat kabar duka itu. Setelah menutup telepon dari teman tersebut, saya kemudian langsung menelepon teman lain, yang saya perkirakan memiliki informasi valid terkait kabar duka itu. 

Secara bersamaan saya menerima kabar duka tersebut dari teman lain secara pesan pribadi via whatsapp dan juga saya baca di grup whatsapp alumni. Seketika saya shock. Kaget. Lemes. Ya Allah. Benarkah kabar duka ini? 

Pesan itu menginformasikan bahwa suami sahabat dekat saya yang dulu sejurusan saat kuliah, meninggal dunia, yang sebelumnya mengalami kecelakaan. Seketika saya tak mampu membendung airmata. Saya segera mengabari beberapa teman lain yang juga dekat dengannya. Sahabat saya itu bernama Dian.

Saya yang sedang mengikuti sebuah acara di Bogor menjadi tidak fokus. Mendadak semangat kerja saya sirna. Hati saya diliputi rasa sedih yang amat sangat. Saat saya menelpon teman lain, dimana kami dulu pernah satu kost an bersama, saya sampai tidak mampu bicara, dikarenakan dada sudah sesak, dan tangis saya sudah mulai tak bisa dibendung. 

Setelahnya saya sibuk mengecek media sosial Dian dan juga suaminya. Berharap mendapatkan informasi lebih banyak. Ingin sekali langsung menelepon Dian, tapi saya urungkan. Saya belum sanggup. Baru ucapan duka cita di grup alumni saja yang mampu saya kirimkan.

******

Dian adalah salah satu sahabat terbaik saya. Dulu saat tahun pertama kuliah, saya sekamar dengan Dian di kost-an. Satu kali saya sakit thypus untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Dian merawat saya penuh perhatian. Dian juga yang mendatangkan Dokter ke kost an, karena kondisi saya yang sangat lemah saat itu. Dokter itu sepertinya sudah dikenal di kalangan teman-teman mahasiswa saat itu. Saya  membuat Dian repot, karena setiap pagi dan sore, Dian harus membelikan saya makanan yang dapat saya konsumsi selama sakit. Ketulusan Dian merawat saya selama sakit sangat berkesan dan ga mungkin saya akan lupakan hal itu. 

Saya yang anak rantau, kuliah jauh dari kampung halaman, beberapa kali diajak pulang ke kampung Dian di Rangkasbitung. Saya ingat saat itu Mamanya memasak Rendang untuk menjamu saya. Mamanya tau kalau saya berasal dari Sumatera Barat. Mamanya sampai bela-belain menghidangkan masakan Padang buat saya.

Sampai sekarang ini saya masih berkomunikasi dengan Dian, walaupun telah sama-sama lulus kuliah pada tahun 2000, dan tinggal di Pulau yang berbeda. Dian malah tinggal bersama suami dan anak-anaknya di Kota Padang, dan saya tetap hidup di rantau bersama keluarga kecil saya. 

Di dua kali kesempatan saya pulang kampung ke Sumatera Barat, saya selalu menyempatkan diri mampir ke rumah Dian di Kota padang. Dua kali saya ke rumahnya, selalu disambut dengan tangan terbuka lebar. Waktu puluhan tahun yang telah memisahkan kami tidak mengurangi keakraban dan kehangatan Dian sebagai seorang sahabat. Saya dijamu dengan berbagai suguhan sampai harus makan siang di rumahnya. 

****** 

Setelah mendapat kabar duka tersebut, saya tiba-tiba menyesal tidak mampir ke rumahnya saat saya ke Sumbar Bulan September 2021 lalu. Saat itu saya pulang kampung dalam rangka tugas kantor, dan jadwal serba tidak pasti. Karenanya saya tidak mengabari Dian kalau saya sedang di Kota Padang saat itu. Dan jadwal balik ke Jakarta yang juga mendadak menjadikan saya akhirnya tidak bisa mampir ke rumah Dian. 

Saat saya berkunjung ke akun media sosial Dian dan almarhum suaminya, saya mendapati begitu banyak ucapan duka cita dan doa-doa kebaikan yang disampaikan oleh keluarga, teman dan kerabat. banyak juga testimoni teman-teman mereka tentang kebaikan Almarhum dan Dian. Setiap teman yang datang ke rumahnya selalu dijamu dengan baik. Gubernur Sumbar Bapak Mahyeldi ternyata ikut menyolatkan Almarhum sebelum kemudian dimakamkan di kampung halaman almarhum di Maninjau Kabupaten Agam Sumatera Barat. 

Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar saat melepas jenazah Rinaldi ke peristirahatan terakhir.
Sumber: mimbarsumbar.id

Saya mendapat kiriman video tentang prosesi pemakaman almarhum. Di situ tampak ketegaran Dian menjalani dan mengikuti semua prosesi tersebut. Ah... saya mungkin tidak akan sekuat itu jika hal itu terjadi pada saya. Kepergian suami untuk selama-lamanya, adalah berarti kehilangan separuh jiwa, separuh napas. Masyaallah. 

Dian, beberapa hari ini doa untukmu dan almarhum Pak Rinaldi tak pernah kulupa di setiap sholatku. Dan setiap mengingat kepergian Pak Rinaldi, spontan mata ini berkaca-kaca. Aku membayangkan anak-anakmu, lima orang, dan si Bungsu Aghni yang masih duduk di bangku SD, dan Teteh Aya yang sedang kuliah di Turki sepertinya tidak bisa pulang untuk bertemu dengan ayahnya untuk yang terakhir kalinya. Pastinya tidak mudah menjalani ini semua ke depan.

Tapi aku yakin, Dian bisa menjalani semuanya. Karena kamu perempuan luar biasa yang pernah aku kenal. Dian adalah orang yang baik sama semua orang. Bahkan pada orang yang menyebalkan sekali pun. Selalu mampu menawarkan solusi bagi teman yang bermasalah. Dermawan. Tidak pernah sombong. Ah, begitu banyak kebaikan-kebaikanmu dan Almarhum Suamimu Dian. 

Banyak yang ingin kutuangkan di sini. Tapi tak mampu lagi meneruskannya saat membayangkan ke lima buah hati kalian. Insyaallah Pak Rinaldi mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Semoga kalian dikumpulkan kembali di JannahNya kelak. Dan semoga Allah memberikan kekuatan dan kesabaran buat Dian, anak-anak dan keluarga besar yang ditinggalkan. 

Stay strong Sahabatku. 


Jakarta, 26 November 2021
After KPLN at IICC Bogor 

    



 

Comments