Hal unik dan berbeda di Korea (Part 2)
Kali ini saya mau cerita yang unik-unik dan sesuatu yang berbeda saya rasakan dengan pengalaman di Indonesia. he..he.. lagi-lagi pengalaman yang sedikit ini pengen dibagi ke pembaca semua.
Makan siang di kantin salah satu
kantor pemerintahannya membuatku berdecak kagum. Makanan disediakan secara
prasmanan. Selesai makan, mereka merapikan meja makan masing-masing sampai
tidak ada lagi sampah dan sisa-sisa makanan berceceran di meja. Kursi makan
juga mereka rapikan kembali dengan memasukkannya ke bawah meja seperti kondisi
semula. Peralatan makan mereka tempatkan di tempat yang sudah disediakan
kantin. Sendok, garpu, sumpit, gelas dan piring sudah ditempatkan secara
terpisah, yang akan memudahkan petugas kantin untuk membersihkannya. Sisa
makanan dan sampah plastik/tissue juga ditempatkan secara terpisah (penyortiran
sampah sudah dimulai dari awal). Sangat tertib.
Selama mengikuti pelatihan di
sana, hidangan snack saat coffee break hanya kue kering/biskuit dalam kemasan pabrikan dan buah-buahan. Sederhana dan ringan di perut. Kalau di Indonesia, suguhannya
ada kue-kue basah dengan aneka rasa manis dan asin, ditambah makanan yang
kriuk-kriuk seperti kripik atau kacang-kacangan hi..hi..hi… Setelah coffee
break yang ada malah mata semakin berat untuk dibuka, karena beban di perut
semakin banyak. Dan kalau pelatihannya berlangsung sepekan, alamat timbangan
juga semakin berat.
Masyarakat sana terlihat tertib
saat berlalu lintas. Saat menyeberang jalan di malam yang sudah lumayan larut, terlihat
para Korean (orang Korea) baru menyeberang jalan setelah lampu hijau untuk
pejalan kaki menyala. Padahal saat itu tidak ada mobil yang berlalu lalang di
jalan tersebut, juga tidak ada polisi.
Jalanan sangat sepi, namun mereka masih mentaati peraturan lalu lintas.
Beberapa kali turun naik eskalator
di beberapa tempat baru aku sadar, bahwa ternyata saat di eskalator, para
Korean secara otomatis akan mengambil posisi sebelah kanan. Karena bagian kiri
digunakan untuk mendahului, bagi orang-orang yang terburu-buru. Beberapa kali
saya dan teman-teman yang belum terbiasa dengan kebiasaan ini, selalu berdiri
berjejer di eskalator menutupi jalan orang-orang yang akan mendahului. Beberapa
kali pula kami ditegur oleh Korean. Malu juga. Mudah-mudahan mereka ga tau
kalau saya dari Indonesia he..he..
Menggunakan subway (kereta bawah
tanah) untuk jalan-jalan di Korea sangat nyaman dan mudah, juga relatif murah.
Tiket subway ada yang dijual seperti kartu multi trip commuter line di
Indonesia dan ada juga tiket yang sekali pakai seperti Tiket Harian Berjaminan
CL. Hanya bedanya, kalau di stasiun di Korea tiket dibeli melalui mesin. Kita tinggal
sentuh stasiun tujuan di layar mesin penjualan tiket, kemudian keluar jumlah biaya
yang harus dibayar. Lalu kita tinggal masukkan uang sejumlah yang dimaksud. Kalaupun
uang kita kelebihan, sisanya akan dikembalikan oleh mesin tersebut. Jika uang
sudah cukup dimasukkan ke dalam mesin, kemudian tiket subway akan keluar dari
mesin dan tinggal diambil. Ga sulit kok. Sampai di stasiun tujuan, tiket dapat dikembalikan dengan memasukkannya ke
mesin tiket dan uang jaminan tiket kita keluar.
Mesin Tiket subway |
Keretanya sudah mirip dengan commuter
line yang ada di Jabodetabek sekarang. Setiap akan memasuki stasiun, penumpang
akan diberi informasi melalui tulisan di layar dan speaker yang ada dalam
kereta, sehingga penumpang yang akan turun di stasiun tersebut bisa siap-siap. Di
layar yang ada dalam kereta juga diinformasikan tentang tata cara naik dan
turun kereta yang aman, seperti yang ada di layar di bangku pesawat Garuda di
Indonesia. Bangku yang diperuntukkan bagi orang hamil, yang mempunyai anak
kecil, dan orang tua benar-benar diberikan pada yang seharusnya. Tidak pernah
saya lihat bangku tersebut diduduki oleh orang selain itu, bahkan pada saat
bangku tersebut kosong, penumpang yang muda lebih memilih untuk berdiri.
Suasana di stasiun Pangyo |
Suasana dalam kereta |
Selama bepergian dengan subway, saya jarang melihat
petugas di stasiun. Sekalinya melihat petugas saat teman salah tap tiket di
line yang tidak seharusnya. Akhirnya kita memencet bel merah untuk meminta
bantuan petugas. Dan petugas pun keluar dari ruangannya untuk membantu kami.
Pemandangan menarik di stasiun yang saya amati adalah rapinya antrian calon penumpang yang akan masuk kereta. Mereka berdiri mengantri ke belakang, mengikuti stiker tapak kaki antrian masuk atau pun tanda panah yang ada di lantai stasiun. Di lantai juga ada stiker telapak kaki atau pun tanda panah sebagai panduan bagi penumpang yang akan keluar kereta. Hal ini memandu para penumpang untuk tidak tabrakan dan rebutan saat turun dan naik kereta.
Pintu di depan wanita Korea (gambar di bawah) adalah pintu menuju ke rel kereta yang selalu tertutup. Pintu ini akan terbuka otomatis jika kereta berhenti, bersamaan dengan terbukanya pintu kereta.
Jalan-jalan di Gangnam malam hari saya menemukan beberapa tenda tempat praktek para peramal. Peminatnya ternyata banyak juga. Dengan uang 3000-10.000 won mereka sudah dapat ramalan dari para tukang ramal. Para Korean muda banyak yang mengantri menunggu giliran diramal. Ternyata dibalik kehidupan mereka yang sudah modern dan canggih, mereka masih suka dengan ramalan, sangat kontradiktif. Apakah ini karena agama sudah tidak diyakini lagi?? Menurut wikipedia hampir sebagian besar rakyat Korea Selatan memilih tidak beragama atau atheisme dan Budha adalah agama yang mempunyai penganut terbesar di Korea Selatan dengan 10.7 juta penduduk https://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Selatan.
Ceritanya cukup itu dulu ya. Nanti dilanjut dengan cerita yang lainnya. (Bunda Muthia)
Pemandangan menarik di stasiun yang saya amati adalah rapinya antrian calon penumpang yang akan masuk kereta. Mereka berdiri mengantri ke belakang, mengikuti stiker tapak kaki antrian masuk atau pun tanda panah yang ada di lantai stasiun. Di lantai juga ada stiker telapak kaki atau pun tanda panah sebagai panduan bagi penumpang yang akan keluar kereta. Hal ini memandu para penumpang untuk tidak tabrakan dan rebutan saat turun dan naik kereta.
Pintu di depan wanita Korea (gambar di bawah) adalah pintu menuju ke rel kereta yang selalu tertutup. Pintu ini akan terbuka otomatis jika kereta berhenti, bersamaan dengan terbukanya pintu kereta.
Menunggu kereta |
Jalan-jalan di Gangnam malam hari saya menemukan beberapa tenda tempat praktek para peramal. Peminatnya ternyata banyak juga. Dengan uang 3000-10.000 won mereka sudah dapat ramalan dari para tukang ramal. Para Korean muda banyak yang mengantri menunggu giliran diramal. Ternyata dibalik kehidupan mereka yang sudah modern dan canggih, mereka masih suka dengan ramalan, sangat kontradiktif. Apakah ini karena agama sudah tidak diyakini lagi?? Menurut wikipedia hampir sebagian besar rakyat Korea Selatan memilih tidak beragama atau atheisme dan Budha adalah agama yang mempunyai penganut terbesar di Korea Selatan dengan 10.7 juta penduduk https://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Selatan.
Tenda tukang ramal |
Antrian di tukang ramal |
Ceritanya cukup itu dulu ya. Nanti dilanjut dengan cerita yang lainnya. (Bunda Muthia)
Comments
Post a Comment