Belanja, Makan dan Makanan di Korea (Part 3)
Hari pertama di Korea, saya diajak
makan di restoran Korea (ulasannya ada di tulisan sebelumnya: Part 1). Hari
berikutnya pelatihan dimulai. Saat makan siang di tempat pelatihan, saya makan
di kantin dengan harga 3000 won atau sekitar Rp 30.000 (saat itu). Makanan
kadang disajikan dengan kemasan atau kadang secara prasmanan yang kita bisa
memilih menunya. Saat itu saya diinformasikan oleh panitia, makanan apa saja
yang halal. Ada beberapa lauk yang berasal dari daging babi. Saya mengambil
lauk lain yang lagi-lagi sea food. Walau dalam hati saya merasa tidak nyaman,
karena kepikiran proses pengolahan bahan-bahan makanan tersebut yang
kemungkinan tercampur dengan daging babi. Hal ini tentunya berpotensi
menjadikan makanan lain menjadi tidak halal. Kondisi ini membuat saya
memutuskan untuk memasak sendiri makanan saya. Syukurnya di penginapan tersedia
perlengkapan masak yang sangat lengkap. Bahan-bahannya tinggal beli di Lotte
Mart yang tidak jauh dari penginapan, dan dapat dijangkau dengan hanya berjalan
kaki.
Kemasan makan siang (kimbab) |
Berbelanja di Lotte Mart dan
supermarket lainnya di Korea siap-siap bawa kantong belanja sendiri, kalau
tidak mau mengeluarkan uang. Satu kantong plastik dikenakan 100 won. Pemerintah
Korea sudah lama menerapkan aturan penggunaan kantong plastik di supermarket2
di sana. Dan di Indonesia baru dimulai tanggal 21 Februari 2016 dan baru di
beberapa kota. Saat saya mau mengambil troli belanja, ternyata dia terkunci dan
baru bisa dibuka dengan memasukkan koin 100 won di pegangan troli. Kayak mainan
anak-anak di pusat-pusat belanja di Indonesia;).
Belanja di Lotte Mart |
Di Lotte Mart saya membeli telor, tahu, salmon,
pisang, udang, nugget, susu, sayur-sayuran, kotak makan untuk bawa bekal makan
siang dan lain-lain. Saat saya mencari minyak goreng, saya menemukan masalah. Sudah muter-muter ga
ketemu juga. Udah nyoba nanya ke beberapa SPG menggunakan Bahasa Inggris tapi
ga ada yang mengerti maksud saya. Saya perhatikan SPG di sana rata-rata sudah
tua, sekitar 45 tahun ke atas. Mungkin karena itu kemampuan berbahasa
Inggrisnya kurang. Dan ternyata ola..la… saya membawa pulang sirup jagung
he..he… Nugget yang saya goreng kok tidak menguning seperti biasanya. Barulah
saya sadar kalau yang saya gunakan bukan minyak goreng. Kamu yang baca pasti
bingung dan heran juga kan, kok sampai ga bisa bedain minyak goreng dengan
sirup sih?? He..he… saya juga bingung. Dan sayangnya saya ga punya fotonya. Di
kemasan produk Korea jarang yang berbahasa inggris, semua menggunakan tulisan
Hangeul, sehingga saya tidak mengerti. Di Lotte Mart sana saya menemukan produk
buatan Indonesia, ada mie dan biskuit (ga perlu tulis merek ya, ntar dibilang
promosi), hanya harganya lebih mahal dari yang di Indonesia.
Hasil belanja buat ngisi kulkas |
Untuk menghindari salah belanja seperti sebelumnya, saya minta kepada panitia untuk menuliskan produk-produk yang ingin saya beli dalam tulisan Hangeul. Tulisan itu saya bawa saat berbelanja, dan saya tunjukkan kepada SPG di toko tersebut saat saya tidak menemukan barang yang dimaksud. Hal ini cukup membantu saya dalam berbelanja, sehingga bisa menghemat waktu dan tenaga.
Bahan makanan halal seperti ayam, daging sapi dan
lain-lain serta restoran yang menyajikan makanan Korea yang halal dapat
kita temui di Kota Ittaewon. Saya ke sana menggunakan subway dari stasiun
Pangyo, dengan 3 kali transit. Di sana banyak toko-toko milik orang-orang
muslim dari Mesir, Pakistan, Turki dan lain-lain. Saya membeli beberapa bahan
makanan kering di swalayan milik orang pakistan. Setelah capek berkeliling,
saya singgah di Murree Muslim Food Restaurant. Restoran ini menyediakan makanan khas Korea versi halalnya. Jadi bagi muslim yang penasaran ingin mencicipi makanan khas Korea tanpa rasa was-was dengan kehalalannya, bisa singgah di restoran ini.
Di Ittaewon saya mengunjungi Seoul Central
Mosque. Mesjid ini merupakan mesjid pertama sekaligus tertua di Korea Selatan.
Masjidnya berwarna putih, memiliki menara yang tinggi dengan tulisan 'Allahu
Akbar' di bagian depannya. Saya ke sana pada malam hari setelah Idul Adha hari
pertama dan berharap masih mendapati suasana lebaran, tapi
ternyata....hiks..hiks tidak ada.
Seoul Central Mosque |
Cukup dulu ceritanya ya, nanti lanjut lagi dengan yang lainnya. Masih tentang Korea. (Bunda Muthia)
Kalau boleh tahu, harga bahan pangannya sekitar berapaan ya??
ReplyDeleteTidak terlalu mahal juga sih mba. Mungkin sekitar plus 5.000 - 15.000 harga standar di Indonesia kira-kira mba. Roti sandwich yang pernah saya beli saat itu di minimarket seharga Rp. 10.000,-
ReplyDeleteTerimakasih Bu ulasanya, sangat menarik sekali. Maaf akalu boleh tau, kira2 untuk masak sebulan habis berapa ya bu ? Terimakasih.
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir mas Khoirul Anam. Wkt saya ke sana hanya utk training 3 pekan saja.
DeleteJd kurang bs menjawab pertanyaannya. Tapi utk nilai tukar mata uang saat itu (1 KRW = 10 IDR) harga barang masih terjangkau menurut saya mas.