Kataku tentang Buku Lafaz Cinta Karangan Sinta Yudisia

Aku ga mau bilang ini resensi buku, karena aku sendiri belum terlalu serius mendalami tentang dunia resensi serta belum paham rambu dan tata cara penulisannya. Jadi di kesempatan ini, aku mau nulis secara bebas tentang apa yang kurasa dan kupikirkan setelah baca buku ini.

Buku Lafaz Cinta (LC) terbitan Pastel Mizan dengan jumlah halaman 340 ini so amaze me. Luar biasa. Sungguh. Bukan tanpa alasan aku menyatakan itu. 

Kalau boleh aku bilang, setiap manusia yang ingin mencintai dan dicintai, bacalah buku ini. Ini salah salah satu buku panduan buat kalian agar kalian tidak tersesat dalam cinta semu, cinta mati, atau cinta buta, bahkan "cinta gila" yang disebut Mba Sinta dalam bukunya. Ga berlebihan rasanya aku ngomong begini. Beneran. Nah cinta yang kayak apa sich yang kita punya? Atau yang kita inginkan?  
 
Buku ini mengambil lokasi di Groningen Belanda. Pembaca dapat larut membayangkan kota kecil itu dari deskripsi Mba Sinta dalam novelnya. Namun demikian kita juga mendapati deskripsi lain tentang lokasi yang berbeda, yaitu kota-kota lain di Belanda misalnya Volendam, Rotterdam dan Amsterdam. Kita jadi tahu sedikit banyaknya tentang daerah-daerah tersebut. Bahkan Kota Mekkah juga turut menjadi bagian dari kisah dalam novel LC ini. Mba Sinta bisa menyuguhkan “lukisan” kehebatan Negara Belanda dari keindahan dan kebersihan kota-kotanya. Kehidupan masyarakatnya yang teratur, ditambah penggunaan sepeda yang mendominasi jalanan kota, sehingga mengurangi polusi udara. Kebudayaan, peninggalan benda-benda seni yang indah, dan gedung-gedung lama berseni tinggi, diiringi dengan kemajuan teknologi yang mengagumkan. Namun kesempurnaan dunia, bukanlah tanpa cela. Mba Sinta secara fair juga mengungkapkan sisi kelemahan atau kekurangan dari kehidupan masyarakat Belanda yang dinilai sebagian besar kita masyarakat Indonesia kebanyakan sebagai sesuatu yang demikian hebat dan enak. Mba Sinta menyinggung tentang kehidupan di Red Light Damrak Amsterdam, yang bikin miris kemanusiaan. Juga kehidupan masyarakatnya yang sudah jauh dari nilai-nilai spiritual. Bahkan sudah banyak masyarakat yang anti Tuhan atau juga Agnostic (nah saya baru tahu istilah ini) yang mempercayai Tuhan tapi tidak beragama.

 *******

Aku suka dengan alur cerita Mba Sinta. Menurutku semua mengalir secara wajar, tanpa paksaan. Jadi ga kayak sinetron yang pakai acara "kecelakaan, kemudian amnesia" 😅😅. Cerita yang mengalir ini disertai dengan kejutan-kejutan yang bikin pembaca penasaran dan ingin terus membacanya. 

Tokoh-tokoh dalam cerita ini sangat lengkap menggambarkan tentang manusia-manusia yang saling mencintai. Penulis menyajikan cinta indah seperti di negeri dongeng antara Pangeran dan Putri kerajaan yang banyak dimimpikan para gadis, namun pada kenyataannya tidak seindah yang dibayangkan orang-orang. Ada juga cinta mati antara orang-orang dari kalangan rakyat biasa. Selain itu, ada cinta antar teman, sahabat, keluarga, dan saudara seiman. Tak lupa juga Mba Sinta menggambarkan cinta atas nama kemanusiaan. Bahkan juga disinggung tentang cinta gila antar manusia sejenis.

Melalui tokoh-tokoh dalam novel ini, pembaca bisa mendapatkan banyak masukan, inspirasi tentang sikap mencintainya selama ini. Bagaimana seharusnya mencintai pasangan hidup? Bagaimana sebaiknya mencari cinta sejati? Apakah harus depresi jika putus cinta apalagi belum diikat dengan tali pernikahan yang sah? Apakah bisa menikah tanpa hadirnya cinta di awal? Bagaimana menyikapi perjodohan sementara sekarang bukan lagi zaman "Siti Nurbaya"? Dan banyak hal tentang lika-liku dan permasalahan dalam cinta-mencintai yang dikupas tuntas oleh penulis dalam bukunya. Kita pembaca tidak merasa digurui atau dinasehatin oleh Mba Sinta, bagaimana seharusnya sikap dan perilaku kita dalam mencinta dan dicinta. 

Konflik yang dibangun Mba Sinta menurutku asyik banget dan tak pernah terlintas dipikiran. Bagaimana Seyla yang kesal dengan calon istri mantan pacarnya, sementara dia sendiri juga secara tidak sadar menjadi orang ketiga dalam hubungan Pangeran dan Putri. Pesan yang ingin disampaikan oleh Mba Sinta menurutku adalah jangan merusak hubungan orang lain, apalagi yang sudah sah menjadi suami istri.
 
Dan satu yang hebat dari Mba Sinta adalah, tidak ditemukannya kalimat vulgar dan tidak etis dalam bukunya. Padahal novel ini bertutur tentang cinta. Bagaimana bisa? Ternyata cinta itu tidak melulu tentang nafsu. 😉

Banyak kalimat-kalimat berhikmah kita temukan di dalam buku LC ini. Kalimat-kalimat bernas penuh filosofi kehidupan dapat ditemui di buku ini dengan pilihan kata yang sangat mudah dipahami. Terutama pada saat cerita sudah memasuki babak konflik. Kalimat-kalimat penuh hikmah banyak kita jumpai sebagai ucapan yang dilontarkan dari para tokoh cerita. Hal ini membuat saya tidak mau melewati satu kalimat pun dalam novel ini. 

Hanya satu yang mengganggu saya, saat ada kalimat tentang de Grommiest yang akan mengundang Harun Yahya untuk kegiatan mereka berikutnya. Memang kalau dilihat dari history bukunya, novel ini merupakan tulisan lama yang diperbaharui dan dicetak kembali tahun 2018, sehingga nama Harun Yahya saat itu masih dikenal bagus dan hebat. Namun setelah kasus yang menyingkap kehidupan Harun Yahya, harusnya nama Harun Yahya itu dihilangkan saja dari novel yang dicetak tahun 2018 ini.

Jakarta, 5 September 2018
3 days after Closing Ceremony The Asian Games at Jakarta

Comments

  1. Terimakasih atas reviewnya ya, Dek. Ini saya rekomendasikan buat orang2 yg nanya review Lafaz Cinta :)

    ReplyDelete

Post a Comment