Perjalanan menuju Istana Gyeongbokgung Korea



Cerita ini masih merupakan potongan kisah perjalanan ke Korea beberapa tahun silam, yang ingin dibagi ke para pembaca semua.

********

Bus rombongan diparkir di tempat yang agak jauh dari Istana Gyeonbokgung yang berada di Kota Seoul Korea, sehingga saya dan rombongan lainnya harus berjalan cukup jauh. Untungnya hari masih pagi, dan suhu udara pun belum terlalu panas. Walau matahari bersinar terik, tapi udara masih terasa dingin, sehingga saya pun masih menggunakan jaket untuk menghangatkan badan dalam perjalanan tersebut. Suhu sekitar 20 derajat Celsius.  

Saya berjalan kaki melewati Chenggyecheon Stream, yaitu sebuah anak sungai yang melewati objek wisata dekat Deoksugung Palace, Seoul Plaza, The Sejong Center, Insa-dong Street, Changdeokgung Palace, dan Changgyeonggung Palace. Chenggyecheon Stream masih berada dekat dengan kawasan Gwanghwamun Square. Sebelum tahun 2005 Chenggyecheon Stream adalah sebuah anak sungai yang tak terurus. Anak sungai ini kemudian direnovasi tahun 2005 dan sampai akhirnya menjadi tempat wisata yang sangat menarik. Di atas anak sungai ini terdapat jembatan Mojeongyo. 


Sungai Cheonggyecheon di bawah Jembatan Mojeongyo

Anak sungai ini airnya jernih dimana ikan yang berenang di dalamnya dapat terlihat dengan jelas dari atas permukaan sungai. Di sungai ini terdapat sebuah lubang kecil yang mitosnya, jika kamu berhasil melempar koin apa saja ke dalamnya dan masuk, kamu bisa kembali ke tempat ini suatu saat nanti. Masyarakat Korea sepertinya sangat mudah dengan hal-hal tersebut, termasuk percaya dengan ramalan para tukang ramal yang banyak buka praktek di sepanjang jalan Gangnam seperti tulisan saya sebelumnya di  http://muthia-rambai.blogspot.com/2016/02/hal-unik-dan-berbeda-di-korea-part-2.html.  

Seorang teman serombongan dari Laos berusaha melempar koin ke lubang

Jernihnya anak sungai Cheonggyecheon yang melintas di kota besar Seoul ini, memang tidak hanya indah dipandang tapi juga bisa dinikmati untuk tempat beristirahat sejenak saat rehat kerja seharian di kantor dengan mencelupkan kaki di aliran air jernih atau sekadar jalan-jalan di bantaran sungai untuk berfoto, bisa juga sekedar menikmati keindahan sore saat matahari terbenam di tengah Kota Seoul.

Tak heran sehari-harinya, Cheonggyecheon yang sejatinya anak sungai dan bermuara di sungai Hangan yang mengalir dan membelah kota, selalu ramai dikunjungi warga kota dan bahkan menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan mancanegara, bahkan kini menjadi salah satu ikon kebanggan kota Seoul. 


Betah berlama-lama di pinggir sungai ini. Selain airnya bersih, banyak ikan, air sungai ini tidak bau. Di tempat ini juga banyak spot yang dapat dijadikan tempat mengambil foto. 

Perjalanan saya lanjutkan meninggalkan sungai jernih ini. Dari kejauhan tampak Tugu Keong, yang saya tidak tahu namanya. Saya sebut saja  demikian karena namanya mirip rumah keong, berwarna ungu bercampur pink fanta. Tugu ini tidak jauh dari jembatan Mojeongyo, yang berada di atas anak sungai Cheonggyecheon. 



Penghujung Sungai, tampak air terjun kecil dan Tugu Keong di kejauhan


Berfoto dulu sebelum meninggalkan anak sungai Cheonggyecheon. 

Depan Tugu Keong


Dari Tugu Keong ini perjalanan saya lanjutkan menuju Gwanghwamun Square. Lokasi ini semacam alun-alun di tengah kota. Alun-alunnya sangat luas. Sering digunakan sebagai tempat menyelenggarakan festival, atau mungkin berunjuk rasa he..he..he. Mungkin seperti Monas nya Jakarta barangkali ya. Gwanghwamun Square ini lokasinya sudah lebih dekat dengan Istana Gyeongbokgung. Jadi mungkin semacam jalan menuju pintu gerbang istana. Saat saya melewati lokasi tersebut, sedang dilaksanakan gladi resik acara Pembukaan Seoul Arirang Festival. 






Bersama para Peserta Pembukaan Festival

Di Gwanghwamun Square ini terdapat Patung Laksamana Yi Sun-Shin. Di depan patung Laksamana terdapat Air Mancur 12.23. Laksamana Yi Sun Shin adalah salah satu laksamana yang terkenal di Korea karena kegagahannya melawan Jepang. Air Mancur 12.23 mencerminkan semangat dari Laksamana Yi Sun Shin, 12.23 memiliki arti yang berkaitan dengan kegagahannya. “12” adalah jumlah kapal yang digunakan saat mengalahkan 133 kapal lawan dalam perang Myeongrang, sedangkan “23” adalah jumlah kemenangan yang dimiliki dari 23 kali pertempuran. Beliau dan pasukannya menggunakan kapal perang berlapis besi pertama di dunia yang berbentuk kura-kura yang dinamakan Gobukseon.

Patung Laksamana Yi Sun-Shin, dengan 12.23 Air Mancur

Di samping Patung Laksamana Yi Sun-Shin

Selain itu juga terdapat patung Raja Sejong yang sangat berwibawa. Raja Sejong adalah raja semasa ketika huruf Hangeul (Alphabet Korea) diciptakan pertama kali dan disebarluaskan. Tidak hanya itu, Raja Sejong juga terkenal sebagai raja yang memberikan banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan budaya, militer, diplomasi, pertanian, serta astronomi. Berjalan menyusuri square yang luas ini tidak terasa melelahkan, karena pemandangan kota yang bersih, indah dan nyaman. Selain itu walau panas agak terik namun suhu udara lumayan sejuk, bahkan saya masih nyaman menggunakan jaket.

Patung Raja Sejong


Di sini terdapat Museum Sejong Story yang menceritakan kisah Raja Sejong menemukan dan mengajarkan akasara kepada rakyat Korea. Lokasi Sejong Story berada tepat di bawah Patung Raja Sejong. Menurut informasi yang saya peroleh pengunjung isa masuk secara gratis yang mana pintu masuk terletak di belakang patung. Namun di kesempatan ini saya tidak sempat untuk melihat museum ini.  

Perjalanan berjalan kaki dilanjutkan kembali setelah sempat beristirahat dan foto-foto di square. Dari kejauhan telah tampak gerbang Gyeongbokgung Palace.
 


Ini kisah perjalanan menuju Istana Gyeongbokgung, berjalan kaki sejauh lebih kurang 3 km di pagi menjelang siang hari, sekitar jam 10.30 am.

Mengenai perjalanan di Istana Gyeongbokgung sendiri dapat ditemukan di sini http://muthia-rambai.blogspot.com/2016/08/gyeongbukgung-palace-at-korea.html.

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 10 Sept 2018

Comments