"Sampah" Buku Tulis

Setiap akhir tahun ajaran, saya selalu disibukkan dengan menyortir buku tulis yang telah digunakan anak-anak selama belajar 1 tahun ajaran. Sebenarnya ingin sekali menyimpan buku tulis mereka yang dihasilkan di setiap tingkatan sekolah, sebagai kenangan mereka kelak saat sudah dewasa. Melihat kembali perubahan tulisan mereka dari tahun ke tahun. Mengenang kembali perjalanan pembelajaran yang pernah mereka lalui. Namun rumah kami yang mungil, memaksa saya untuk segera "memindahkan" buku-buku yang sudah tidak akan digunakan lagi di kelas berikutnya.
 
Buku tulis yang harus disortir


Saat menyortir buku tulis tersebut, tetiba timbul rasa sayang sekaligus gemes, setiap kali menemukan setengah bagian lebih buku yang masih kosong tidak terpakai. Akhirnya buku itu saya permak, saya perbarui lagi, sehingga isinya kembali penuh dan terlihat baru. Saya serasa sedang buka usaha foto copy dadakan. 

Lembaran yang sudah ditulis saya robek dan kumpulkan (untuk kemudian dibuang). Sementara, bagian lembaran yang masih utuh, saya satukan kembali menjadi buku "baru". Halaman yang masih kosong tapi tidak utuh satu lembar saya jadikan satu, untuk kemudian menjadi kertas coretan anak-anak saat menyelesaikan hitungan matematika ataupun pelajaran lainnya.

Kertas untuk corat coret


*****

Dulu saat saya SD, tersedia buku dengan berbagai tingkat ketebalan buku, mulai dari 18 lembar, 34 lembar dan 100 lembar. Biasanya untuk kelas rendah biasanya menggunakan buku isi 18 ini, karena aktifitas menulis yang belum banyak. Hal ini membuat jarangnya kejadian, setengah buku kosong, tidak terpakai, yang akhirnya menjadi mubadzir, dan terbuang.

Namun, sekarang ini tidak ada lagi buku isi 18 ini. Padahal masih sangat dibutuhkan siswa kelas 1-3 SD. Saat anak saya duduk di kelas 1, banyak sekali "sampah" buku tulis yang dihasilkan. Belum lagi, cara dia menggunakan buku tulis yang boros saat itu. Dia hanya menulis di halaman depannya, sedangkan halaman belakang tidak dia gunakan. Saat saya mendapati hal tersebut, mulai saya beritahu dia, tentang bagaimana cara menggunakan buku tulis yang seharusnya. Dan sepertinya para guru yang mengajar di kelasnya tidak memberikan penjelasan tentang penggunaan buku tulis yang tepat, bagi siswa kelas 1. 

Ke depan saya berharap, buku dengan isi yang lebih sedikit ini beredar kembali di pasaran, sehingga tidak ada lagi "sampah" buku tulis setiap tahun ajaran berganti. Dan tidak perlu ada lagi tukang permak buku dan fotocopy dadakan yang terima jasa penjilidan untuk menghasilkan buku tulis "baru".

Menjelang Hari Raya Idul Adha Juli 2020.
Masih PJJ dan WFH

Comments