Dikira Masalah Silindris atau Diplopia, Ternyata ....

Kita harus aware dengan kesehatan kita sendiri. Saat merasa ada masalah, segera cari solusi. 
Saat belum kunjung baik, teruslah diupayakan, sampai tahu apa yang terjadi, 
dan mencari solusi terbaik. Semoga Allah berkenan untuk memberikan kesembuhan.

*******

Masalah dengan penglihatan yang saya rasakan tidak pasti sejak kapan, namun yang pasti sejak sebelum pandemi, dan mungkin setahun atau dua tahun sebelumnya. Saya sendiri tidak pasti. 


Seingat saya, sudah tiga kali berikhtiar berobat ke dokter mata untuk mencari solusi atas masalah penglihatan yang saya rasakan. Namun lagi-lagi, Dokter bilang, slinder nya nambah, atau berkurang. Jadi kacamatanya tidak cocok lagi, makanya penglihatan sering berbayang. Istilah penglihatan berbayang ini terus digunakan sampai pandemi melanda dunia. Dan sekitar tiga kali pula saya berganti kacamata. Dan yang saya rasakan, penglihatan saya hanya terasa enakan sepekan pertama menggunakan kacamata baru. Setelahnya berasa kembali lagi seperti dulu. Mungkin penglihatan enakan karena kacanya jernih, bening dan ga ada baretan bekas tisu yang membuat mata saya enak melihat sesuatu.

Saya juga mengiringi ikhtiar ke dokter dengan mengonsumsi jus wortel plus tomat dan apel sesering yang saya bisa lakukan. Saya pikir barangkali dapat membantu masalah penglihatan saya. Sampai-sampai saya membeli juicer untuk hal tersebut. Karena kalau menggunakan blender untuk membuat jus wortel rasanya kurang enak. 

 

Selama pandemi, rutinitas menggunakan smartphone meningkat. Saya lebih sering memandang layar hp maupun laptop. Dan seringkali saya online meeting menggunakan hp. Seringkali menatap layar lebih dekat tanpa kacamata, karena merasa lebih nyaman, untuk melihat bahan tayang para pemateri saat rapat/pertemuan yang saya hadiri secara virtual.

Aktifitas ini, membuat mata saya semakin bermasalah terasa. Saya mulai intensif mencari informasi lebih banyak terkait masalah penglihatan saya. Saya mulai browsing informasi lewat internet. Ada apa dengan mata saya.

Kesimpulan sementara saya saat itu, bahwa ada kemungkinan yang saya alami adalah diplopia. Sejak saat itu, saya mulai mencoba membedakan antara penglihatan berbayang dengan melihat satu objek menjadi dua objek. Mulai yakin dengan hal demikian, saya mulai mencari informasi RS yang bisa menangani hal tersebut. 

Setelah mendapatkan informasi cukup, saya memutuskan untuk datang ke RS Mata Aini Jakarta. Saya ingin mendapatkan penanganan yang lebih baik, lebih tepat. Setelah pertama kunjungan, dokter menanyakan masalah saya. Saya cerita semua masalah saya. Dan saat dicek, saya mulai menegaskan apa yang saya lihat bukan berbayang, tapi dua objek. Dokternya mulai melakukan tes yang tidak biasa saya jalani setiap ke dokter mata. 

Dokternya ikut curiga dengan masalah saya. Saya kemudian dirujuk ke dokter spesialis syaraf mata. Dua kali saya ke dokter yang dirujuk ini. Kedatangan awal saya diberi obat terlebih dahulu. Kedatangan kedua saat kontrol, saya diberi obat tetes yang cukup membuat perih mata, dan kemudian dilakukan tes mata. Saat itu dokter menyampaikan kalau saya mesti menjalani MRI untuk mendapatkan kejelasan atas masalah penglihatan yang saya alami. Dokter juga curiga, kalau say mengalami diplopia binocular.

Setelah selesai pemeriksaan saya mencoba mencari informasi terkait biaya MRI ke bagian radiologi. Ternyata biayanya cukup mahal, sekitar dua jutaan saat itu (2021). Namun ternyata untuk tindakan MRI bagian mata belum tersedia di RS tersebut. Jadi bisa jadi tindakan MRI nantinya akan saya jalani di RS lain yang memliki fasilitas tersebut.

Berbekal informasi tersebut, dan diskusi dengan suami, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan fasilitas BPJS. Saya akhirnya ke klinik dulu sebagai fasilitas kesehatan I. Saya minta rujukan untuk ke dokter spesialis mata. Dari sana saya dirujuk ke RS Faskes II (RS BM- sebut begini saja ya). 

Cerita berikutnya nanti saya lanjutkan ya.

September 15, 2022
almost 3 months at new Directorat in NFA
more busy than before





Comments