Ibu Hebat: Berjuang Demi Anak dan Keluarga

Baru sepekan ini mengubah rute jalan menuju kantor mengantarkanku bertemu dan mengenal sosok ibu muda hebat. Aku berani bilang ibu ini hebat tentunya bukan tanpa alasan. Yuuk diikuti terus cerita singkatku ini.

Ibu yang berpenampilan bersih dan cukup rapi, dengan kerudung di kepalanya ini berusia 30 tahun. Setiap pagi berjualan koran di pinggir jalan besar, dekat perempatan. Sambil menggendong bayi mungil dalam gendongannya, dia ditemani laki-laki usia remaja yang ikut membantunya merapikan koran-koran. Awalnya saya kira adiknya, ternyata dia anak sulung ibu muda ini.

Setiap pagi suaminya yang mengambil koran-koran dari agen untuk dijual di lapaknya di pinggir jalan tersebut. Suaminya merapikan koran-koran tersebut di atas rak kayu, dengan dibantu anak sulungnya yang duduk di kelas 10 sekolah swasta. Setelah itu suaminya meninggalkan lapak tersebut untuk selanjutnya menuju tempat ngetem para bapak ojek. Ya, suaminya berprofesi sebagai ojek. Setelah selesai merapikan koran-koran, anak sulungnya berpamitan untuk pulang ke rumah, dan siap-siap bersekolah. Oya, ternyata si sulung ini sebelum berangkat ke lapak koran, bertugas mencuci pakaian anggota keluarga.

Ternyata di rumah masih ada anak laki-lakinya yang duduk di bangku kelas 3 SD. Anak kedua ini bertugas untuk merapikan rumah, menyapu, mencuci piring dan lain-lain. Mendengar ceritanya, saya tercenung saat membandingkan putranya dengan putra saya di rumah. Anak kedua ibu muda ini berangkat ke sekolah bersama kakaknya yang sudah balik ke rumah. Mereka ke sekolah berjalan kaki, karena jaraknya yang tidak jauh dari rumah.

Selanjutnya ibu muda ini dengan bayi mungil yang ternyata baru berusia dua bulan dalam gendongannya, melanjutkan menunggu lapak koran mereka sampai jam 12 siang. Si bayi perempuan yang diberi nama Afifah ini sudah dimandikan jam 4.30 pagi (shubuh). Masyaallah, pagi sekali ya. Hal ini tentunya terpaksa dilakukan mengingat ibunya harus berangkat berjualan sekitar jam 5.30. Setelah zuhur gantian suaminya yang menunggui lapak koran tersebut, karena pelanggan ojek jam segitu juga sudah mulai sepi. Sekitar jam tiga sore, anak sulung mereka datang untuk menggantikan bapaknya berjualan koran. Dan bapaknya melanjutkan untuk narik ojek kembali. 

Mendapati ibu muda ini untuk pertama kalinya dengan bayi mungil dalam gendongannya membuat saya khawatir dan iba. Khawatir dengan kondisi kesehatan bayi karena banyaknya asap kendaraan dan debu yang pastinya banyak di pinggir jalan raya yang ramai tersebut. Tapi irama kehidupan yang harus dijalani ibu muda ini membuat saya hanya bisa membantu dengan do'a, agar ibu muda dan keluarganya mendapatkan rezki yang berkah lagi cukup; diberikan nikmat sehat; dan dikaruniai anak-anak yang sholeh/ah.Amiiin ya rabbal aalamiin.

Jakarta, 5 Agustus 2016
Bunda Muthia

Comments

  1. Ini kisah nyata, Mba? Kok jadi sedih ya :( Tapi anak-anaknya juga masya Allah ya. Kayaknya nggak mudah nemu anak muda yang mau bantu-bantu begitu. Apalagi yang sulung SMA... Remaja: masa-masanya pergulatan jati diri - cenderung ada keinginan membangkang dari aturan.

    ReplyDelete
  2. Nyata mba nae. Ternyata rejeki itu tidak hanya berupa uang ya, kalau kita bisa mensyukuri nikmat Allah. Anak sholeh adalah rejeki yang tak terkira besarnya.
    Lebih ngenes lagi mba, setiap si Sulung mau balik ke rumah, setelah rapi2 lapak, dia hanya diberi uang jajan dua ribu perak. Iya hanya Rp. 2.000. Ya Allah, uang segitu dapat apa buat anak setingkat SMA hari gini?? Tapi si Sulung ga komplen dengan pemberian ibunya.
    Btw, thanks ya sudah mampir :)

    ReplyDelete

Post a Comment