Istana Maimun Kota Medan

Beberapa hari di Kota Medan, awalnya tidak berniat untuk mengunjungi istana Maimun, namun ternyata lokasi istana itu tidak begitu jauh letaknya, akhirnya jadi juga mampir ke istana ini. 

Namun sayang sekali, waktu kedatangan saya ke lokasi tersebut mendekati jadwal tutup. Akhirnya, tergesa-gesa mengitari semua sudut istana sambil mengabadikan beberapa sudut yang menarik. 


Area Luas di Depan Istana

Halaman istana sangat luas. Tampak hijau tempat duduk-duduk para pengunjung ataupun tempat berlarian anak-anak. Di tengah-tengah rumput hijau terdapat jalan setapak yang dibuat untuk para pengunjung.
  

Jalan dari Pintu Gerbang Menuju Bangunan Istana 


Awal masuk ke istana saya melihat beberapa pengunjung mengenakan pakaian adat Melayu Deli dan berfoto-foto. Saya cuma dapat melihat-lihat saja, karena waktu yang tidak memungkinkan. Tapi ya sudah, tetap bersyukur saja, sudah bisa sampai masuk istana. Untuk dapat mengenakan pakaian adat tersebut, pengunjung dapat menyewanya di lokasi.


Pakaian Adat Melayu yang dapat disewa pengunjung


Tempat Penjualan Souvenir Istana Deli dan Kota Medan


Istana Maimoon atau yang dikenal dengan Maimun merupakan Istana Putri Hijau Kerajaan Deli. Arsitektur istana didominasi dengan warna kuning yang menandai kerajaan Melayu. Istana ini selesai dibangun pada tanggal 26 Agustus 1888 selama era terkemuka Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun ini merupakan putera tertua dari Sultan Mahmud Perkasa Alam, pendiri Kota Medan. Sejak tahun 1946, istana ini ditempati oleh ahli waris Kerajaan Deli. Selama acara-acara khusus, pertunjukkan musik tradisional Melayu sering ditampilkan di istana.

Istana yang memiliki luas 2.772 m2 ini, berlokasi di Jl. Brigjend Katamso, Kel. Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Kota Medan Sumatera Utara. Lokasi ini sekitar 3 km dari Bandar Udara Polonia. Terdapat 30 ruangan yang tersebar di dua lantai bangunan istana ini.



Istana Maimun terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu bangunan induk, sayap kanan dan sayap kiri. Arsitektur istana, memadukan beberapa unsur budaya Melayu bergaya Islam dan Eropa. Pengaruh Eropa terlihat dari lampu gantung yang menghiasi setiap ruangan, juga meja, kursi, lemari, jendela, hingga pintu-pintunya. Ada pula prasasti dari batu marmer yang ditulis dalam bahasa Belanda. 



 







Teras depan istana 

Prasasti yang menempel di salah satu bagian istana



Pengaruh Islam terlihat dari bentuk lengkung (arcade) pada bagian atap bangunan yang mirip bentuk perahu terbalik (lengkung) yang lazim dijumpai pada bangunan-bangunan di Timur Tengah.


Saat saya ke istana tidak saya dapati pertunjukkan musik tradisonal khas Melayu, mungkin tidak ada jadwalnya hari tersebut atau mungkin karena sudah selesai. Saya tidak tahu pasti. Setelah petugasnya beberapa kali menginformasikan bahwa istana akan tutup, barulah saya meninggalkan bangunan kuning itu.

Menuju pintu gerbang ke luar istana, saya menjumpai bangunan berbentuk rumah dengan atap bergaya adat Karo di sisi istana. Di dalam bangunan tersebut terdapat meriam yang disebut sebagai Meriam Puntung. Saya tidak masuk ke dalam bangunan tersebut. Saya hanya membaca informasinya yang terdapat di samping bangunan itu.


Bangunan tempat Meriam Puntung

Prasasti tentang Meriam Puntung

Akhirnya saya meninggalkan istana ini, dengan perasaan tidak puas, karena tidak dapat mengitari bangunan. Dan tidak bisa melihat-lihat dengan tenang dan detil. Begitu juga foto-foto diambil sebisanya saja. 

Belum jauh meninggalkan area istana, saya menjumpai bangunan mirip Istana Maimun. Yang ternyata adalah Masjid Raya Al-Mashun.


Masjid Raya Al-Mashun


Perjalanan di Pertengahan Desember 2016
Ditulis saat Pandemi Covid 19 masih tinggi
Depok, 23 September 2020

Comments