Review Buku Rentang Kisah Gita Savitri
Buku ini baru kemaren aku beli by online, via Whatsapp di Gramedia dekat rumah, dan langsung di-Gosend ke rumah. Cara baru dalam berbelanja buku ini asyik juga dan sangat efektif. Kita hemat waktu, tenaga dan juga uang. Coba kalau kita, eh aku dink, langsung ke toko buku, pasti tidak hanya buku yang dicari saja yang akan aku bawa pulang, namun akan ada buku lain yang akan aku bawa ke meja kasir untuk dibayar. Suka ga nahan kalau ke toko buku ☺
*******
Sebetulnya buku ini saya beli untuk keponakan saya yang ada di pulau seberang. Namun saya penasaran dengan isinya, yang sempat saya ikuti melalui akun IG penulisnya, @gitasav. Jadi sebelum buku ini dipaketin, saya baca dulu sampai tuntas hehehe.
Awal saya mengenal Gita adalah melalui acara Muslim Traveller yang ditayangin oleh Net TV setiap waktu imsak di Bulan Ramadhan. Saya sangat menyukai acara tersebut. Saya ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan muslim di berbagai belahan bumi. Selain saya juga sangat tertarik dengan kehidupan orang-orang di negeri lain. Dan di situlah saya mulai tahu tentang Gita, dan saya sempat melihat beberapa tulisan maupun vlognya.
Buku Rentang Kisah |
Buku ini keren banget. Isinya padat, bermutu, dan bikin pembaca (harusnya) ikut merenung. Setiap bab buku ini berisikan pengalaman, pandangan dan pikiran Gita tentang persoalan hidup yang dia jalani sejak dia SMA sampai dia lulus kuliah. Cara pandang Gita akan hidup dan kehidupan mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup, dan yang paling penting, karena selalu ingin belajar dan belajar memperbaiki diri. Sepertinya buku ini banyak sekali penggemarnya, terbukti dengan buku yang saya beli ini merupakan cetakan yang ke-15 (2020). Eh, tapi kenapa tidak ada daftar isinya ya?? Kebiasaan saya setiap kali membuka buku baru, halaman daftar isi-lah yang pertama kali akan saya pelototin. Saya ingin memastikan bahwa buku yang saya pegang betul-betul menarik.
Buku ini sangat bagus untuk dibaca para remaja. Bahasa Gita sangat mengalir seperti bercerita ke teman sebaya, atau seperti bahasa curhat di buku harian. Gita konsisten menggunakan kata gue untuk menyebut dirinya, yang menjadikan pembaca remaja, akan merasa tidak seperti sedang digurui, namun sedang dicurhati seorang teman. Dan ternyata, di vlognya pun Gita konsisten pakai kata gue menyebut dirinya.
*******
Membaca buku ini, saya seperti melihat diri saya sendiri (ah nyama-nyamain aja nich, hehehe). Hampir semua cara pandang dan pikiran Gita saya setuju. Tentang passion, mimpi, kerja keras, pencapaian terbaik, menjadi muslim yang lebih baik, tidak suka dengan hal-hal yang un-faedah, tentang kehidupan sebagian warga negara kita ini yang ada pada bab Generasi Tutorial. Saya juga merasakan bagaimana cepatnya informasi yang ga tahu kebenarannya di-share di grup-grup Whatsapp. Kadang informasi tersebut di-share secara berulang setiap tahun karena momen atau peristiwa tertentu yang sama. Dan saya biasanya akan segera meng-clear chat WAG yang berisikan postingan-postingan yang tidak tahu kebenarannya, ditambah chat ngalor ngidul yang tidak bermanfaat. Mau keluar grup juga ga enak. Dan medsos pun akan sepi dari komentar jika yang punya akun menulis panjang lebar tentang sesuatu yang sebetulnya bermanfaat. Tapi yaaa, begitulah. Sepertinya banyak yang malas membaca postingan panjang lebar. Banyak yang sukanya hanya membaca headline, trus langsung komen. Yaaa, begitulah. memang realitanya.
Saya dulu kuliah juga jauh dari tanah kelahiran dan tempat saya dibesarkan. Bedanya dengan Gita, kalau saya, jarak tempat kuliah dengan rumah hanya beda pulau saja, sementara Gita beda benua, ck..ckckck. Tapi Gita masih untung, saat mau masuk kuliah dia diantar oleh ibunya. Sementara saya, saat mau kuliah ke Tanah Jawa, hanya diantar orangtua sampai shuttle bus di kota saya saja. Saat itu, saya ke Jawa meninggalkan kota kelahiran untuk tujuan kuliah, belum tahu akan tinggal di mana. Yang pasti akan menemui kakak senior satu SMA yang sudah duluan kuliah di sana.
Selama saya kuliah, setahun hanya pulang sekali, itupun naik bus. Bayangin naik bus dari Bogor ke Bukittinggi, yang membutuhkan waktu 2 hari 1 malam. Selama kuliah di Bogor, saya hanya dua kali ditengok Bapak, itupun kali yang kedua saat wisuda saja. Sementara Ibu, hanya menengok saat saya wisuda saja.
Hidup jauh dari rumah dan orangtua pastinya tidak mudah. Gita betul tentang hal tersebut. Semua masalah harus dihadapi sendiri. Saya saja yang cuma beda pulau, sangat merasakan hal tersebut. Apalagi Gita yang beda benua. Masyaallah. Dan lagi-lagi saya setuju, hidup jauh dari orangtua, menjadikan kita lebih mandiri, lebih bertanggung jawab dan lebih kuat. Pengalaman hidup yang terus bertambah harus membawa perbaikan seiring perjalanan waktu.
Eh, kok malah nulis cerita tentang saya? hehehehe.
Lanjutin bentar ya tentang saya. Ada dua hal lagi yang membedakan saya dengan Gita. Kalau saya sejak SD sudah rajin belajar, maaf bukannya sombong. Saya jarang main seperti yang Gita lakukan bersama teman-temannya. Mungkin karena saya anak kampung kali ya, sementara Gita anak Ibukota. Dan hal kedua, cara pandang saya saat remaja terhadap Ibu, berbeda dengan Gita. Ibu bukan sosok orangtua yang cerewet dan sebegitu menakutkan buat saya. Ibu orang yang sangat baik dan sabar. Mungkin karena Ibu anaknya banyak, jadi kesabarannya sangat teruji. Atau mungkin karena saya anak yang rajin saat remaja dan jarang keluyuran ataupun nongkrong bersama teman-teman, sehingga saya sangat jarang sekali dimarahi. Hampir tidak pernah dech rasanya. Kalau ditegur sih pastinya pernah. Tapi ga sampai marah-marah yang membuat saya jadi takut sama Ibu.
*******
Membaca kisah Gita, menjadi masukan baru buat saya sebagai orangtua, dalam menghadapi anak-anak yang sudah mulai beranjak remaja. Sebagai orangtua pastinya akan memberikan dan melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Kadang saya suka gemes melihat si sulung yang seringkali lebih suka main ketimbang belajar. Lebih asyik dengan aktivitas ekskul ketimbang natap buku pelajaran. Akhirnya, saya jadi sering ngomel. Sering nyinyir mengingatkan mereka untuk baca buku, mengulang pelajaran dan hal-hal serupa lainnya.
Ah, kalian yang baca tulisan saya ini harus baca buku Gita. Sangat bernas. Apalagi kalau kamu masih remaja. Segera beli ya buku ini dan kunyah habis semua menunya.
Dua hari menjelang PSBB kembali untuk DKI, yang lebih ketat
Comments
Post a Comment