Resensi Novel "Burlian" Karya Tere Liye

Buku novel “Burlian” yang saya baca ini milik si Sulung. Dia membeli buku ini sekitar dua tahun yang lalu, saat dia sekolah di SMP (sekarang kelas X). Jadi, buku ini telah lama berada di lemari buku. Walaupun sudah lama mendengar nama besar Tere Liye, saya belum sekali pun membaca novel-novelnya. Saat itu saya lebih tertarik membaca novel religi.

Satu bulan terakhir ini, saya dan banyak manusia di dunia ini harus stay at home karena bencana Covid 19. Karenanya, saya memiliki lebih banyak waktu di rumah, dan salah satu hikmahnya saya punya lebih banyak waktu untuk membaca. Dan buku ini saya temukan di lemari buku, sebagai buku yang belum pernah saya baca. Melihat cover buku novel ini untuk pertama kali, membuat saya tidak tertarik untuk membaca isinya. Namun saya masih penasaran dengan nama besar Tere Liye sebagai seorang penulis, tidak ada salahnya jika saya mencoba membaca buku ini. Ditambah lagi, saya sedang ingin membaca yang ringan-ringan saja.

Novel Burlian Karya Tere Liya


Pelan-pelan saya mulai membuka buku ini. Dan seperti biasa halaman daftar isi adalah bagian pertama yang harus saya lihat dan baca, sebelum membuka halaman lainnya. Selanjutnya baru membaca pelan-pelan bab demi bab.

Di dua halaman awal, saya sempat mengulang membaca dua sampai tiga kali, karena belum “nyambung” dengan alur cerita. Setelah sampai di halaman ke dua, balik lagi ke halaman pertama. Bab pertama itu berkisah tentang Mamak Burlian yang suka bercerita sebagai pengantar tidur bagi ke empat anaknya. Dan kali itu cerita Mamak tentang sesuatu yang membuat anak-anak ketakutan. Makin banyak halaman yang saya baca makin banyak hal menarik dan inspiratif yang saya temukan di setiap kisah, di bab demi bab.

Sebagai tokoh utamanya adalah Burlian, anak Mamak dan Bapak yang ke tiga dari empat bersaudara. Novel ini mengisahkan kehidupan Burlian sejak usia SD sampai tamat SMA. Namun kisah didominasi oleh kehidupan Burlian saat masih SD. Burlian sebagai anak kampung di daerah Sumatera Selatan, yang kehidupannya sangat dekat dengan hutan, alam, jauh dari hiruk pikuk kota.
Novel Burlian, mengambil setting kehidupan di tahun 1970-1980 an. Kisah dalam novel ini beberapa di antaranya memiliki kesamaan dengan kisah kehidupan saya bersaudara waktu kecil dulu. Menyelami setiap bab nya, saya merasa menjadi bagian dalam cerita. Membacanya membawa ingatan saya kembali ke masa kecil dulu. Kesamaan kami, sama-sama berasal dari kampung, yang jauh dari hiruk pikuk kota besar, gedung-gedung menjulang tinggi. Bedanya saya tidak tahu banyak tentang kehidupan di hutan. Saya sedikit mengetahui kehidupan petani, yang mengandalkan kehidupan dari hasil panen padi mereka di beberapa petak sawah yang mereka miliki, dan bahkan juga mengerjakan beberapa petak sawah orang lain.

Setiap masa, corak kehidupan tidaklah sama, bersamaan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang ada di setiap masa. Kehidupan yang lalu pastinya menyimpan begitu banyak kenangan dan pelajaran. Diantaranya masih sangat relevan untuk diteruskan dan diajarkan kepada anak cucu generasi penerus kehidupan. Pengalaman hidup yang melahirkan kebijaksanaan sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan di masa berikutnya. Seperti begitu bijaksananya Pak Bin, guru sekolah Burlian saat ada siswa yang bertanya, “Apakah sekolah insinyur itu gampang?” Pak Bin menjawab dengan lugas pertanyaan Munjib, siswa yang suka terlambat datang ke sekolah, “Gampang! Tapi pertama-tama kau harus berangkat ke sekolah tepat waktu dulu. Sisanya bisa diurus belakangan.” Pak Bin, mampu memotivasi siswa dengan cara yang tepat sekaligus menegurnya dengan cara yang bijak, tanpa marah-marah dan tanpa menjatuhkan harga diri siswa.

Semakin jauh menyelami halaman demi halaman buku ini, saya menemukan begitu banyak nasehat-nasehat kehidupan buat saya. Bagaimana menjadi orang tua yang bijaksana, menjadi guru yang sangat disegani, dihormati dan disayang tidak hanya oleh murid-muridnya tapi juga oleh sebagian besar warga kampung, tentang kisah anak yang berbakti pada orang tua; bagaimana memperlakukan alam agar kita masih terus dapat mengambil manfaat darinya, dan lain-lain. Cara Mamak memberikan hukuman kepada Burlian ketika dia bolos sekolah dan memilih berburu belalang sangat tepat, yang membuat Burlian jera, tanpa harus merasakan omelan atau pun makian Mamak. Bagaimana Burlian membela temannya Ahmad yang sering dikucilkan teman-teman sekolah, karena miskin dan jelek. Dan begitu banyak kisah inspiratif lainnya bertaburan di setiap bab.


Cover belakang Novel Burlian


Novel ini juga mengisahkan tentang berfungsinya peran sosial masyarakat dalam ikut terlibat mendidik dan mengasuh anak-anak yang ada di kampung tersebut, yang kelak akan menjadi penerus mereka. Hal ini tergambar dari kisah seringnya Burlian bepergian dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang ada di kampung tersebut, ada yang masih saudara ada juga yang bukan, bahkan ada pula orang asing yang baru dikenal. Burlian ikut Bakwo Dar menunggu durian jatuh; Burlian pergi berburu burung dengan Mang Unus; dia juga punya misi rahasia dengan Pak Bin gurunya; sering ngobrol dengan Wak Wati dan lain-lain di kampung. Tampak mudah saja bagi orang tua zaman itu, mempercayakan anaknya untuk diajak oleh saudara, tetangga bahkan orang yang baru dikenal untuk melakukan kegiatan yang jauh dari rumah. Hal tersebut bisa terjadi karena jaman itu masyarakat masih memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Selain itu karena kekerabatan mereka yang dekat, jadi antar tetangga pun masih ada hubungan saudara, wala pun jauh. Karena itu lah, Burlian mendapat sentuhan didikan yang kaya dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Bahkan karena berinteraksi dengan orang asing lah, kemudian Burlian mendapat kesempatan bersekolah di Jakarta dan selanjutnya berangkat ke Tokyo Jepang, atas bantuan Tuan Nakamura, yang dikenalnya saat Nakamura memimpin proyek pembuatan jalan beraspal di kampungnya.

Saya yang awalnya kurang tertarik untuk membaca buku ini, bersyukur berkesempatan membaca novel ini sampai selesai. Karena ternyata banyak pelajaran dan nasehat yang dapat saya ambil, terutama dalam memainkan peran saya sebagai orang tua.

Buku ini dapat dibaca oleh semua umur. Bahkan bagus sekali jika dibaca oleh anak-anak, karena banyak kisah Burlian dan teman-temannya yang sering melakukan hal-hal menarik.


Hari ke-35 di rumah saja, karena Covid 19

Comments