Pengasuhan Anak di Thailand

Praktek membesarkan anak dan pengasuhan anak di masing-masing masyarakat terjadi secara konsisten sesuai dengan norma-norma budaya masyarakat. Pada kebanyakan masyarakat, praktik membesarkan dan mengasuh anak berbagi nilai umum yaitu pelestarian hidup dan menjaga kesehatan dan kesejahteraan bayi (Abel et al 2001; Green et al 1994; Liamputtong 2007a, 2007b; Liamputtong Rice 2000; Rice & Naksook 1998). Pemeliharaan dan pengasuhan anak di Thailand utara tidak terkecuali.
Abel dkk (2001: 1135) berpendapat bahwa sebagai manusia, cara kita merawat bayi dan anak-anak kita'diinvestasikan dengan nilai-nilai moral dan budaya dan makna pribadi'. Penulis menyatakan bahwa cara perempuan Thailand merawat bayi mereka terikat erat dengan nilai moral ibu, budaya ibu dan makna pribadi mereka untuk menjadi ibu yang baik dan bertanggung jawab. Sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab, para perempuan percaya bahwa mereka harus memastikan bahwa bayi yang baru lahir dan anak-anak balita bebas dari 'risiko' yakni risiko yang membahayakan kehidupan mereka atau resiko sakit. Sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab, dia memastikan bahwa anak itu sehat dan baik. Mereka mengamati keyakinan dan praktek-praktek budaya dan menghindari banyak pembatasan untuk memastikan bahwa bayi mereka akan sehat dan baik. Secara jelas, Abel et.al (2001: 1145) menunjukkan, dengan mengikuti praktek-praktek tradisional tertentu seperti memberi nama anak dan menginformasikan spirit ritual, ibu dapat menyatakan bahwa mereka tidak melanggar praktek-praktek nilai budaya yang mereka hargai.
Ini adalah cara untuk menghindari dampak negatif pada bayi mereka. Dalam konteks ini, mereka, sebagai ibu, telah melakukan sesuatu untuk memastikan hasil yang sehat bagi bayi mereka. Menurut Murphy (2000: 320), perempuan menetapkan diri mereka sebagai ibu yang 'aktif, bertanggung jawab, dan rasional' yang tugasnya adalah meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan bayi mereka. Menurut Osborne (1997: 185), ibu-ibu telah bertanggung jawab. Sebagai gambarannya, perempuan dalam penelitian ini melakukan banyak hal yang memberi mereka legitimasi untuk menempatkan diri dalam wacana ibu yang baik dan bertanggung jawab. Cidden (1991) dan Becker (1992) menunjukkan, kita hidup di dunia modern di mana segala sesuatu yang kita lakukan dilihat sebagai risiko, dan kita mempunyai tugas atau tanggung jawab membuat upaya untuk mengurangi risiko tak terduga. Gagasan ini meresap dalam dunia ibu di Thailand Utara. Kisah-kisah perempuan secara jelas menunjukkan bahwa ideologi ibu terkait erat dengan wacana risiko dan tanggung jawab: Ibu yang baik adalah seseorang yang memaksimalkan hasil secara fisik dan psikologis bagi anaknya, (Murphy 2000: 292).
Mengapa ibu-ibu Thailand memilih untuk melanjutkan keyakinan dan praktik budaya mereka meskipun masyarakat Thailand sangat modern? Hal ini jelas dari wawancara bahwa ini adalah karena fakta bahwa ibu Thailand dan keluarga mereka ingin mempertahankan kehidupan bayi mereka yang baru lahir dan menjaga kesehatan dan kesejahteraan yang baik selama sisa hidup mereka sehingga orang Thailand bisa terus ada. Anak-anak adalah penting dan berarti dalam setiap masyarakat karena mereka adalah masa depan masyarakat (Ciddens 1991; Inhorn 1996; Liamputtong 2007a, 2007b, 2009b; Liamputtong Rice 2000). Tapi lebih dari itu. Mengambil perspektif sosial, Inhorn (1996) berpendapat bahwa anak-anak penting untuk setidaknya dua alasan: Anak-anak diharuskan untuk mengamankan kelangsungan hidup orang tua dan keluarga mereka. Kedua, anak-anak diperlukan untuk kelanjutan masyarakat. Teori Inhorn yang pertama tampaknya dapat diterapkan untuk masyarakat Thailand utara.
Dalam budaya Thailand, anak-anak diperlukan untuk kesejahteraan seseorang, terutama bila orang tua sudah lanjut usia. Thailand tidak memiliki sistem jaminan sosial yang menyediakan pengasuhan bagi orang lanjut usia, seperti pada masyarakat Barat. Orang tua lanjut usia, di usianya yang lanjut, perawatannya dilakukan oleh keluarga. Orang Thai juga percaya dalam bun khun (syukur) kepada  orang tua mereka. Konsep bun khun telah digunakan sebagai alasan bagi anak-anak untuk merawat orang tua mereka di usianya yang lanjut (Liamputtong 2007c). Tanpa anak-anak yang menjaga Ibu, orang tua tidak akan bertahan, terutama mereka yang miskin dan sakit.
Kesimpulannya, penulis telah menunjukkan bahwa ibu-ibu Thailand mengamati dan mempraktekkan banyak tugas sosial dan budaya yang dapat diterima untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan bayi mereka. Ibu melihat diri mereka sebagai orang tua bertanggung jawab dan karena itu mengikuti aturan untuk menghindari banyak risiko yang bisa menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan kesejahteraan bayi mereka. Upaya ini, menurut penulis adalah bukti bahwa mereka adalah ibu yang baik dan moral.

Sumber:
Pranee Liamputtong, Ph.D. Motherhood, risk and responsibility: Infant care in Northern Thailand. Journal of Family Studies (2009) 15: 210-226.

Ditulis pada Bulan Juli 2011 
Bunda Muthia 

Comments