Perjalanan Haji (Part 3): Barang Bawaan dan Biaya Hidup
Barang Bawaan
Perlengkapan yang harus dibawa adalah isu krusial bagi jama'ah haji. Biasanya dari KBIH atau Kemenag sudah diberikan daftar perlengkapan yang harus dibawa, yang dimasukkan ke dalam koper bagasi, maupun koper kabin, dan tas paspor. Puskesmas juga sudah memberikan daftar perlengkapan ini sebagai panduan. Hanya sebagai panduan karena harus disesuaikan dengan kebutuhan jama'ah masing-masing. Melihat semakin banyak daftar, memperkaya cara kita packing barang, namun sekaligus membuat makin pusing. Rasanya lebih enak jika kita meminta daftar milik jama'ah haji tahun sebelumnya, karena lebih operasional dimana sudah ada kuantitas barang yang dibutuhkan. Saya kemudian membuat daftar perlengkapan yang akan saya bawa dan saya kirim ke kakak saya. Dari sekian list yang saya tulis, beberapa diantaranya dicoret oleh kakak, "Kebanyakan" katanya. Terkadang kita latah, pengen membawa barang yang dibawa oleh orang lain. Ikutan membeli barang untuk dibawa, saat orang lain membeli barang. Demikian yang sering terjadi saat masa manasik haji.
Hal yang perlu diperhatikan menurut saya adalah barang bawaan terlarang jangan pernah dibawa, daripada disuruh bongkar di embarkasi. Tentunya ga enak. Barang bawaan dari rumah cukup setengah dari kapasitas yang ada. Karena walau niatnya ibadah, episode berbelanja tidak bisa dihindarkan. Membawa oleh-oleh dan membahagiakan keluarga tentunya mendapat pahala juga kan.
Karena saya masuk Gelombang Pertama, jadi kami ke Madinah dulu. Saat perjalanan dari Madinah ke Mekkah, koper besar dan koper kecil kami dibawa ke bagasi bus. Jangan cantelkan apapun ke koper kecil karena kadang bawaan seperti ini akan ditinggal oleh pihak bus saat mereka mengangkat koper. Syukur kalau akhirnya terangkut, kalau gak kan repot.
Saat kembali ke Indonesia dari Mekkah, barang bawaan yang diizinkan hanya koper besar masuk bagasi, 32 kg, tidak boleh lebih. Walaupun kita sanggup bayar kelebihan bagasi, big no, no deal. Kita harus pintar-pintar packing. Jangan biarkan ada ruang kosong, dengan cara menggulung, melebarkan barang dan strategi lainnya sesuai kondisi ruang yang tersedia.
Bawaan yang boleh masuk kabin adalah koper kecil dan tas paspor. Semuanya tas dari penerbangan. Tahun ini untuk ke Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) diberikan tas ransel. Dari awal sebelum berangkat sudah disampaikan kalau tas Armuzna tidak boleh digunakan untuk membawa barang saat pulang. Sesuatu yang sudah dinyatakan jelas seperti ini harus diikuti, tapi kalau tidak ada di ketentuan masih bisa dinego. Jangan lupa, banyakin amal shalih, shalawat dan istighfar sehingga dipermudah🙂 Begitu juga dengan larangan membawa air Zamzam dalam koper besar, big no. Jangan diakali dengan lakban, kain hitam dan lain-lain. Kalau untuk di koper kabin dan tas tenteng, ya tergantung nasib, kadang lolos kadang tidak. Kalau bawanya pakai termos kuning, tumbler biasanya lolos karena dianggap air minum. Pakai botol kemasan kadang juga lolos, soalnya lumayan juga nunggu di bandara sebelum berangkat. Aturan cairan masuk kabin maksimal 100 ml hanya ada di Indonesia, di Saudi tidak.
Saat pulang, PPIH Arab Saudi mengizinkan membawa satu tas tenteng. Tahun ini (2025) diizinkan membawa tas serut dari bank atau KBIH atau tas tenteng lain yang seukuran. Saat penimbangan koper ke hotel, pihak PPIH sudah menjelaskan ini. Beberapa ada yang bandel, ke bandara dengan 2 bahkan 3 tas tenteng. PPIH tegas untuk urusan ini. Banyak jamaah yang harus meninggalkan barang di bandara. Sebenarnya pihak maskapai (saya menggunakan maskapai Saudi Airlines) lebih longgar, tapi saringan dari PPIH yang sangat ketat. Waktu di debarkasi (titik kedatangan jema'ah haji) saya baru menyadari aturan PPIH itu baik. Membawa 2 tas tenteng, air Zamzam, koper besar, koper kecil, snack box dari airlines dan asrama haji sekaligus tentu sangat merepotkan. Apalagi kalau koper bagasi kondisinya tidak baik-baik saja. Koper besar saya sampai di asrama haji hanya punya 2 roda yang jelas sulit dibawa tanpa porter. Porter pun langka di asrama haji, mereka banyak tapi jamaah yang butuh bantuan lebih banyak lagi.
Sekali lagi, ikuti aturan, jangan melanggar sesuatu yang jelas dilarang. Kalau tidak ada larangan, silahkan dicoba. Kata ustadz saya, “Di bandara itu kita berjuang sendiri-sendiri ya, kayak hari kiamat saja."
Living Cost, Uang Jajan, dan Makanan
Di embarkasi jama'ah diberikan living cost sejumlah 750 riyal atau sekitar 3,3 juta rupiah, dengan rincian 1 lembar 500 riyal, 2 lembar 100 riyal, 1 lembar 50 riyal. Uang sejumlah itu cukup untuk jajan normal di sana, seperti bakso, bakwan, kebab, nasi kebuli, nasi briyani, teh tarik, dan lain-lain. Walau sebetulnya jamaah sudah disediakan makan tiga kali sehari dalam porsi yang besar menurut saya. Tapi porsi ini bisa habis jika kita dapat mensugesti diri untuk menghabiskannya, dimana kita perlu makan supaya memiliki tenaga. Karena ibadah haji merupakan ibadah fisik. Perlu berdoa agar makanan yang disediakan cocok dengan lidah dan perut kita, berdoa agar jangan sampai mubazir. Sebelum berangkat, kami sudah diingatkan agar tidak mengeluh tentang makanan, karena di sana tanah haram. Hindari mengeluh, "Yaa gak ada sambel," yang bisa-bisa sampai pulang kita gak bakal ketemu sambel. Jadi minta saja sama Allah, "Ya Allah besok telur balado ya Allah." Alhamdulillah besoknya kami dapat telur dadar dan besoknya lagi dapat terong balado. Lumayanlah.
Untuk penyemangat makan, saran saya bawalah sambel botol atau sashet, atau kecap bagi yang suka, abon, teri kacang, mie instan, rendang, dan lain-lain. Kalau rendang yang laku itu bumbunya saja, karena di sana kita sering bertemu daging dengan potongan yang melihat saja langsung kenyang.
Untuk belanja di sana kita perlu menyiapkan uang riyal tentu aja, dan rupiah. Para pedagang menawarkan barang-barang dagangannya dengan harga, misalnya 20 riyal, 25 riyal atau 100 ribu Jokowi😄 "Sekarang (2025) Prabowo bukan Jokowi lagi," kata kami. Dan pedagang belajar dengan cepat. Di waktu berikutnya mereka menawarkan barang dengan harga 100 ribu Prabowo.
Jadi bawa riyal secukupnya, sisanya bisa pakai rupiah. Kalau belanja jangan dihitung ke rupiah, karena gak bakalan jadi jajan. Beli bakwan 3 buah seharga 25 riyal atau sekitar 23 ribu atau bakso 80 ribu rupiah. Nah, ga ketelan kan?
Comments
Post a Comment