Perjalanan Haji (Part 6): Armuzna - Arafah Muzdalifah dan Mina

 Kita mulai cerita hajinya ya. 


Armuzna

Armuzna adalah singkatan dari tiga tempat penting dalam puncak ibadah haji: Arafah, Muzdalifah dan Mina. Fase Armuzna ini merupakan titik krusial dan paling menantang dari rangkaian ibadah haji, memerlukan kekuatan fisik dan mental yang prima dari jama'ah karena selain aktivitas yang padat di ketiga lokasi tersebut juga cuaca yang bisa panas ekstrem.  Puncak ibadah haji, Armuzna, hanya 5 hari, tapi saya nunggunya 12 tahun (mendaftar tahun 2013. Kalau daftar hari ini bisa naik haji 20 atau 25 tahun lagi infonya 😔). 

Sebelum puncak haji, jama'ah sering diingatkan agar menjaga energi, jangan diforsir, karena Armuzna itu berat, butuh tenaga. Bus shalawat yang membawa jamaah haji Indonesia bolak-balik ke Masjidil Haram berhenti beroperasi di tanggal 5–13 Dzulhijjah. Bus disiapkan untuk Armuzna dan agar jamaah dapat istirahat, shalat di masjid seputar hotel saja. Kalau ngeyel mau ke Masjidil Haram, harus jalan kaki sekitar 2,7 km (ini dari hotel saya, kalau hotel lain banyak yang jaraknya lebih jauh) atau naik taksi. Siapkan fisik, mental, kesabaran di sini. Siapkan fisik karena kita akan kurang tidur. Jauh-jauh kita ke tanah suci kalau hanya pindah tidur saja tentu sayang sekali. Tidur hanya di kasur dalam tenda dengan lebar kasur sekitar 50 cm untuk 1 orang. Ke kamar mandi harus mengantri (tapi masih dalam batas wajar). 

Alhamdulillah makanan banyak, dari PPIH ataupun dari yang bersedekah. Sedekah tidak hanya makanan saja tapi juga berupa barang. Kalaupun menu tidak sesuai selera bawalah "senjata" andalan kita, sambal botol atau sachet atau kecap bagi yang suka. Bagi saya sambal itu mood booster untuk makan. Tidak perlu membawa buah-buahan atau pun cemilan, karena banyak yang ngasih, daripada nanti ribet membawanya kembali ke Mekkah. Tidur dalam tenda yang ramai dengan kapasitas 450 orang di Arafah atau 30 orang di Mina, dimana tidak semua kita kenal orang-orangnya. Kita di sini hanya melakukan ibadah saja, memperbanyak do'a dan tilawah Qur'an.

Hari pertama di Mina, perut saya agak bermasalah, dan rasanya tidak kuat, juga susah makan. Dan jadilah saya makan sekadarnya. Pada saat melakukan lempar jumrah di hari ke-2, saya hampir menyerah, dan kata teman-teman wajah saya pucat banget. Akhirnya saya paksakan untuk mengonsumsi kurma agar saya lebih bertenaga. Pulang dari sana saya paksakan diri makan, makan nasi dikecapin yang penting nasi habis.

Perjalanan haji dimulai dari berangkat ke Arafah pada tanggal 8 Zulhijjah pagi. Sebelumnya saya sudah mandi ihram, shalat sunnah ihram dan niat haji saat di hotel di Makkah sebelum berangkat. Bagi jamaah yang ikut tarwiyah, malam 8 Zulhijjah sudah berangkat ke Mina. Tarwiyah itu sendiri adalah kegiatan menginap atau mabit di Mina pada tanggal 8 Zulhijjah sebelum bergerak menuju Arafah untuk melaksanakan wukuf.  

Pada tanggal 9 Zulhijjah setelah zuhur dimulailah rukun haji wukuf di Arafah hingga masuk maghrib. Waktu ini adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Setelah maghrib jama'ah mulai bergerak menuju  Muzdalifah dan setelah tengah malam lanjut ke Mina. 

Pada tanggal 10 Zulhijjah dari tenda di Mina menuju ke jamarat untuk melaksanakan lontar jumrah Aqabah, lanjut tahalul awal (mencukur rambut). Kemudian kembali lagi ke tenda Mina, dan mengganti baju ihram. Setelah jumrah aqabah dapat melakukan thawaf ifada dan sa'i (berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwa) jika sanggup jalan kaki ke Haram dan balik lagi ke tenda Mina. Dimana jarak Jamarat ke Masjidil Haram sekitar 8-12 km, tergantung mengambil jalan yang mana. Namun bagi yang berhalangan seperti sakit atau haid dapat melakukannya di hari tasyrik (11, 12 dan 13 Zulhijjah). Untuk teman-teman pembaca ketahui, jarak antara Bukit safa dan marwa itu sekitar 400 m, dan dilakukan sebanyak 7 kali bolak balik sehingga total perjalanan sa'i adalah sekitar 3 km. Karena itulah di awal telah dijelaskan bahwa puncak ibadah haji itu betul-betul membutuhkan kesiapan fisik yang prima. 

****

Hanya saja penulis sempat mikir, bagaimana menjaga kondisi tetap prima, sementara menunggu antrian bisa haji bisa 20-30 tahun, tambah lagi kemampuan mendaftar haji baru bisa dilakukan pada usia 30-an tahun. Jadi pada saat kita berhaji, usia sudah tidak lagi muda. Tenaga sudah tidak kuat. Mata sudah agak kabur. Lutut dan kaki sudah nyeri-nyeri. Ya Allah, jika panggilanMu itu datang, maka kuatkan kami menjalani semua ibadah yang ga mudah ini ya Allah.   

****

Lontar jumrah dilaksanakan di Jamarat Mina, lokasi ini merupakan sebuah lembah yang terletak dekat Kota Mekkah. Di dalam Jamarat terdapat tiga tiang batu yang menjadi sasaran pelemparan kerikil, yaitu Jumrah Ula, yaitu tiang pertama, yang paling kecil dan paling dekat Masjid Al Khaif; tiang kedua Jumrah wustha yang berada di tengah dan ketiga adalah Jumrah aqabah yang merupakan tiang terakhir yang paling dekat dengan Makkah. 

Tanggal 11 dan 12 Zulhijjah kami melakukan lontar jumrah ula, wustha, aqabah. Kembali ke Mekkah bagi yang ambil nafar awal. Sedangkan bagi yang nafar tsani tanggal 13 Zulhijjah lontar jumrah lagi baru kembali ke Mekkah. Nafar itu artinya rombongan atau keberangkatan jamah meninggalkan Mina. Ada 2 jenis Nafar yaitu awal dan tsani. Awal: jamaah meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijjah sebelum matahari terbenam dan Tsani jamaah memilih tinggal di Mina sampai 13 Zulhijjah untuk menyelesaikan lempar jumrah. 

Setelah di Mekkah thawaf ifada dan sai (tahalul tsani). Selesailah rangkaian ibadah haji.


Arafah

Kami termasuk rombongan yang berangkat ke Arafah lebih awal. Sebelum zuhur kami sudah sampai di Arafah, dan pada saat tersebut Arafah masih agak sepi. Jamaah kloter kami dari bus-bus awal masuk ke tenda A, jamaah berikutnya masuk ke tenda B. Kita tidak mengerti, jadi kami mengikuti saja arahan dari petugas syarikah (perusahaan penyedia layanan transportasi dan akomodasi haji). Setelah itu kami baru mencoba bergabung tapi tetap tidak bisa 1 kloter 1 tenda karena sudah terlanjur tergabung dengan jamaah dari kloter lain. Jadi ada masanya kami sudah makan, tapi teman setenda belum makan, karena dari kloternya belum ada pembagian, sedangkan makanan didistribusikan per kloter. 


Tenda di Arafah besar, dapat menampung 450 orang, dengan AC besar di ujung-ujungnya.  Malam hari sudah pasti dingin, dan AC tidak bisa dimatikan karena ga bisa juga tanpa AC, jadi diarahkan ke atas atau disumbat bantal. Di dalam tenda disediakan selimut dan bantal. Paginya sehabis subuh kami menyerah, bawa tikar dan duduk di luar tenda. Tilawah dan zikir dilanjutkan di sini menunggu waktu syuruq. Sempat seduh mie juga di luar karena qadarullah, giliran sarapan kami yang terlambat di saat teman setenda dari kloter lain sudah dapat sarapan.

Di Arafah lah saya merasakan shalat jamaah 450 orang, dengan imam tanpa pengeras suara. Sambung-sambung ya kata bimbad (pembimbing ibadah kloter) yang jadi imamnya. Imam di depan bilang Allaahu Akbar, makmum bilang Allaahu Akbar sampai ke belakang. Alhamdulillah kami punya bimbad perempuan jadi bisa mimpin shalat, memandu zikir dan membaca alma’tsurat sehabis shalat. Setelah maghrib-isya dan subuh di hari pertama, di malam 10 Dzulhijjah sebelum meninggalkan Arafah bimbad kami di-‘hire’ tenda seberang untuk memimpin shalat dan zikir mereka.

Arafah itu dimulai saat zuhur. Dari jam 10 sudah siap-siap, yang mau ke kamar mandi, mau makan, mau chat-an, tidur, dan lain-lain, selesaikan urusan sebelum zuhur. Mulai jam 11 KBIH dan kloter kami memulai acara. Mulai dari talbiyah, sambutan dan lain-lain sampai khutbah wukuf yang dimulai saat masuk waktu zuhur. Shalat zuhur dan ashar dijama’ lalu zikir dan doa bersama. Indah sekali suasananya. Apa yang dirasa saat wukuf itu sulit disampaikan dengan kata-kata. Selesai acara doa bersama kita berdoa masing-masing sampai waktu maghrib tiba. Jangan tergoda ketika yang lain mulai ngobrol, telepon, chat, scroll medsos. Kalau mungkin ingatkanlah mereka, bahwa ini masih waktu wukuf, momen penting untuk instrospeksi dan taubat, waktu mustajab untuk berdoa, jangan dibiarkan berlalu begitu saja. Entah kapan lagi kita punya kesempatan wukuf di Arafah. So jangan disia-siakan. 


Sebelum wukuf catat semua doa kita, doa yang dititipkan keluarga, saudara dan kenalan, bacakan semuanya di Arafah, minta apapun yang kita mau pada Allah di sana, doa yang detil. Berdoa sebenarnya seingat saja, tapi kalau punya catatan di antara jeda doa bisa dibaca apa yang belum dimintakan. Walau doa yang sama sudah pernah dimintakan di raudhah, di multazam, di Arafah minta lagi.


16 Sept 2025
Terminal 3, Gate 10
Sambil menunggu penerbangan ke Bangkok 

Comments

Popular Posts